Minggu, 17 September 2023

RESIKO

 BAB. 4.


ENGLISH

BAHASA INDONESIA




ANALISIS RISIKO DAN PENGENDALIAN RESIKO.

 

A. ANALISIS RESIKO.

Menurut Tarwaka (2008), potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan, atau bahkan dapatmenyebabkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.

Pengelompokan potensi bahaya berdasar kategori umum:


1. Hazardous Substances – potensi bahaya dari bahan berbahaya.
2. Pressure Hazards – potensi bahaya udara bertekanan.
3. Thermal Hazards – potensi bahaya udara panas.
4. Electrical Hazards – potensi bahaya kelistrikan.
5. Mechanical Hazards – potensi bahaya mekanik.
6. Gravitational and Acceleration Hazards – potensi bahaya gravitasi dan akselerasi.
7. Radiation Hazards – potensi bahaya radiasi.
8. Microbiological Hazards – potensi bahaya mikrobiologi.
9. Vibration and Noise Hazards – potensi bhy kebisingan & vibrasi.
10. Hazards relating to human Factors – potensi bahaya ergonomic.
11. Enviromental Hazards – potensi bahaya lingkungan kerja.
12. Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas produk dan jasa, proses produksi, properti, image publik, dll.

Menurut Ramli (2009), bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atas tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya.


1. Jenis bahaya yaitu:
a. Bahaya mekanis.
b. Bahaya listrik.
c. Bahaya kimiawi.
d. Bahaya fisis.
e. Bahaya biologis.


2. Sumber bahaya yaitu:
a. Bahan eksplosif.
b. Bahan yang mengoksidasi.
c. Bahan yang mudah terbakar.
d. Bahan beracun.
e. Bahan korosif.
f. Bahan radioaktif.

 

3.Teknik identifikasi bahaya yaitu:
a. Teknik pasif.
b. Teknik semi proaktif,
c. Teknik proaktif,

 

4. Identifikasi sumber bahaya, dilakukan dengan mempertimbangkan sebagai berikut:
a. Kondisi dan kejadian yg dpt menimbulkan potensi bahaya.
b. Jenis kecelakaan dan PAK yg mungkin dpt terjadi.


5. Kegiatan identifikasi bahaya yaitu:
a. Konsultasi dengan orang yg berpengalaman
b. Pemeriksaan fisik lingkungan kerja
c. Mencatat cidera dan sakit pada insiden waktu yang lalu
d. Informasi identifikasi bahaya, penelitian, dan nasihat dari para ahli
e. Analisis tugas untuk identifikasi bahaya
f. Sistem formal analisa bahaya, misal Hazard

 

6. Kegunaan identifikasi bahaya yaitu:
a. Untuk mengetahui bahaya-bahaya yang ada.
b. Untuk mengetahui potensi bahaya tersebut, baik akibat maupun frekuensi terjadinya.
c. Untuk mengetahui lokasi bahaya.
d. Untuk menunjukkan bahwa bahaya-bahaya tersebut telah dapat memberikan perlindungan.
e. Untuk menunjukkan bahwa bahaya tertentu tidak akan menimbulkan akibat kecelakaan. sehingga tidak diberikan perlindungan.
f. Untuk analisa lebih lanjut.

Contoh teknik mengidentifikasi bahaya sebagai kerikut:
a. Berjalanlah berkeliling dan perhatikan hal-hal yang dapat menjadi sumber kecelakaan.
b. Jangan hiraukan hal-hal yang sepele, pusatkan perhatian pada sesuatu yang dapat menyebabkan insiden serius.
c. Tanyakan kepada pekerja mengenai pendapat mereka tentang bahaya dari pekerjaan yang dilakukan.
d. Cermati instruksi kerja yang dibuat oleh pabrik.
e. Pelajari catatan insiden dan catatan kesehatan pekerja di tempat tersebut.
f. Pelajari hasil temuan inspeksi terdahulu.
g. Lakukan pengamatan, terutama pada sumber-sumber energi.
h. Cermati semua jenis pekerjaan yang ada di lokasi tersebut.
i. Pertimbangkan keberadaan orang lain yang tidak selalu berada di lokasi tersebut.
j. Perkirakan semua orang yang dimungkinkan bisa terluka akibat dari kegiatan di lokasi tersebut.
k. Dari setiap bahaya yang teridentifikasi, perhatikan jumlah orang dan lamanya terkena paparan bahaya tersebut.

Pokok-pokok yang harus dicermati dari catatan insiden antara lain:
a. Benda yang menjadi sumber kecelakaan (palu, sling, plat besi, dump truck, dan lain-lain).
b. Jenis kecelakaan yang terjadi (terjepit, jatuh, tabrakan, dll.).
c. Kondisi tidak standar yang menimbulkan insiden (licin, tajam, sempit, berdebu, dan lain-lain).
d. Tindakan tidak aman yang menimbulkan insiden (tidak pakai APD, tidak melaksanakan prosedur, dan lain-lain).
e. Bagian tubuh yang cedera (kepala, tubuh, kaki, tangan, dll.).
f. Seksi-seksi mana yang sering ditemukan penyimpangan / deviasi pada catatan inspeksi terdahulu,
g. Jenis-jenis deviasi / penyimpangan yang ditemukan dari hasil inspeksi terdahulu,
h. Daerah-daerah kritis mana yang sering terlepas dari pengawasan supervisor.

 

B. PENGENDALIAN RISIKO.

Prinsip analisa keselamatan dan kesehatan kerja adalah mencari penyebab dari seluruh tingkat lapisan, dari lapisan umum sampai dengan pokok penyebabnya dicari secara tuntas, hingga dapat
diketahui penyebab utamanya dan melakukan perbaikan.

Bahaya yang sudah diidentifikasi dan dinilai, maka selanjutnya harus dilakukan perencanaan pengendalian resiko untuk mengurangi resiko sampai batas maksimal.

Pengendalian resiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengedalian resiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian
resiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan.

 

Hirarki pengendalian resiko terdapat 2 (dua) pendekatan, yaitu:


a.    Long Term Gain.

Pendekatan ”Long Term Gain” yaitu pengendalian berorientasi jangka panjang dan bersifat  Permanen dimulai dari pengendalian substitusi, eliminasi, rekayasa teknik, isolasi atau pembatasan, administrasi dan terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat pelindung diri.


b. Short Term Gain.

Pendekatan ”Short Term Gain”, yaitu pengendalian berorientasi jangka pendek dan bersifat temporari atau sementara. Pendekatan pengendalian ini diimplementasikan selama pengendalian yag bersifat lebih permanen belum dapat diterapkan. Pilihan pengendalian resiko ini dimulai dari penggunaan alat pelindung diri menuju ke atas sampai dengan substitusi (Tarwaka, 2008).

 

Rencana pengendalian risiko antara lain:


a. Eliminasi (Elimination).

Eliminasi merupakan suatu pengendalian resiko yang bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan obyek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan. Cara pengendalian yang baik dilakukan adalah dengan eliminasi karena
potensi bahaya dapat ditiadakan.

b. Substitusi (Substitution).

Cara pengendalian substitusi adalah dengan menggantikan bahanbahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih aman.

c. Rekayasa Teknik (Engineering Control).

Pengendalian rekayasa teknik termasuk merubah struktur obyek kerja untuk mencegah seseorang terpapar potensi bahaya. Cara pengendalian yang dilakukan adalah dengan pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorber suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi, dan lain-lain.

d. Isolasi (Isolation).

Cara pengendalian yang dilakukan dengan memisahkan seseorang dari obyek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat tertutup (control room) menggunakan remote control.

e. Pengendalian Administrasi (Admistration Control).

Pengendalian yang dilakukan adalah dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya yang tergantung dari perilaku pekerjanya dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administrasi ini.

Metode ini meliputi penerimaan tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja, pengaturan kembali jadwal kerja, training keahlian dan training K3.

f. Alat Pelindung Diri (Administration Control).

Alat pelindung diri yang digunakan untuk membatasi antara terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima oleh tubuh.

 

Dalam menentukan pengendalian resiko atas bahaya yang kita identifikasi, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Apakah telah ada control/ pengendalian resiko yang telah lalu? Jika telah ada, apakah kontrol tersebut telah memadai atau belum? Jika belum memadai, tentukan tindakan pengendalian baru untuk menghilangkan atau menekan resiko sampai pada tingkat serendah mungkin.


ü Pengendalian Teknik antara lain: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara.

ü Pengendalian administrasi: mengurangi waktu pajanan, Menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda-tanda peringatan, membuat daftar data Bahanbahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat.

ü Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan.

 

¢ Tujuan pokok keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mencegah dan
mengurangi bahkan menghilangkan kecelakaan kerja. Dengan demikian
keselamatan dan kesehatan kerja tersebut menjadi sangat penting mengingat
akhibat yang ditimbulkan dari adanya kecelakaan kerja. Dalam tindakan
pencegahan kecelakaan kerja harus diletakkan pengertian bahwa kecelakaan
merupakan resiko yang melekat pada setiap proses/kegiatan yang berhubungan
dengan pekerjaan. Pada setiap proses/aktifitas pekerjaan selalu ada resiko
kegagalan (risk of failures). Saat kecelakaan kerja (work accident) terjadi,
seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian (loss), oleh karena itu
maka sebisa mungkin dan sedini mungkin, kecelakaan / potensi kecelakaan kerja
harus dicegah/ dihilangkan, atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya.

¢ Penanganan masalah keselamatan kerja harus dilakukan secara serius oleh
seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial namun harus dilakukan
secara menyeluruh. Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan jika mengel
sumber-sumber yang menjadi penyebab kecelakaan kerja atau gejala-gejala yang
mungkin timbul yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja. Langkah
berikutnya adalah menghilangkan, mengamankan, dan mengendalikan sumber sumber bahaya atau gejala-gejala tersebut.

Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menghilangkan, mengamankan, dan mengendalikan sumber-sumber bahaya atau gejala gejala yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja adalah:


a. Peraturan perundangan.

Peraturan perundangan di Indonesia telah disusun guna melindungi tenaga kerja terhadap kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh suatu pekerjaaan, misalnya: UU No.1 Tahun 1970 tentang Kesehatan Kerja.


b.   Standarisasi.

Standarisasi merupakan penetapan standar-standar baik resmi maupun tidak resmi yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan adanya standar yang telah ditetapkan maka derajat atau baik buruknya kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilihat berdasarkan pemenuhan standar tersebut.


c.  Inspeksi.

Inspeksi atau pemeriksaan merupakan kegiatan yang bersifat pembuktian apakah tempat kerja sudah sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang berlaku. Kegitan ini meliputi pemeriksaan, kalibrasi terhadap peralatan yang digunakan di tempat kerja.


d. Riset teknis.

Riset teknis ini ditujukan untuk mendapatkan data, sifat-sifat, dan ciriciri bahan yang berbahaya, penyelidikan terhadap pagar pengaman, pengujian perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan, serta penelitian teknis lainnya.

e. Riset medis.

Riset medis ditujukan untuk mendapatkan data tentang efek.psikologis, patologis, faktor-faktor lingkungan, serta keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan kerja.

f. Riset psikologis.

Riset psikologis ditujukan untuk mengetahui pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.

g. Riset statistic.

Riset statistik ditujukan untuk mendapatkan data tentang kecelakaan kerja yang terjadi baik menyangkut jenis, frekwensi, personal, penyebab, serta hal lain yang terkait dengan kecelakaan kerja.


h. Pendidikan.

Pendidikan sebagai wahana untuk menyampaikan materi tentang kesehatan dan keselamatan kerja yang dapat dilakukan secar formal dan non formal atau bisa juga dalam bentuk seminar, workshop, maupun demonstrasi.

i. Latihan.

Latihan ini difokuskan pada tenaga kerja baru yang belum mempunyai banyak pengalaman terhadap jenis pekerjaan dan lingkungan kerja yang akan dihadapinya.

j. Persuasi.

Persuasi merupakan suatu cara penyuluhan atau pendekatan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja untuk menimbulkan sikap mengutamakankeselamatan tanpa adanya pemaksaan.

k. Asuransi.

Asuransi/insentif financial ini ditujukan untuk meningkat-kan pencegahan kecelakaan kerja. Perusahaan yang telah mememnuhi peraturan perundangan dan standar keselamatan kerja akan membayar premi asuaransi yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memenuhi peraturan perundangan dan standar keselamatan kerja.

l. Implementasi.
Implementasi yang dimaksud adalah penerapan langkah-langkah yang telah diuraikan di atas pada tempat kerja.

m. Teknis.
ü Eliminasi : penghilangan sumber bahaya.
ü Subtitusi : mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya.
ü Isolasi : proses kerja yang berbahaya disendirikan.
ü Enclosing : mengurung / memagari sumber bahaya.
ü Ventilasi.
ü Maintenance.

n. Administrasi.
ü Monitoring lingkungan kerja.
ü Pendidikan dan pelatihan.
ü Labelling.
ü Pemeriksaan Kesehatan.
ü Rotasi kerja.
ü Housekeeping: 5S.
ü Sanitasi yang bersih dan penyediaan fasilitas Kesehatan.


o. Supervisi.
ü Lakukan review terhadap prosedur pengawasan pekerjaan secara menyeluruh,
ü Lakukan review terhadap kompetensi para Pengawas dalam melakukan pengawasan pekerjaan melalui Ijin Kerja dan Audit Lapangan.
ü Penegasan tugas Manajer Konstruksi sebagai penanggung jawab tunggal dan yang berhak menyetujui Ijin Kerja.

p. Kontrol pekerjaan.
1) Merevisi sistem Ijin Kerja yang akan memastikan adanya verifikasi pada akhir jam kerja.
2) Penilaian resiko harus dilakukan (lagi) dan disetujui, jika terjadi perubahan pekerjaan.

q. Budaya dan motivasi karyawan/tim.
ü Kembangkan budaya untuk menghentikan pekerjaan apabila tidak selamat.
ü Review tim kerja yang sudah lama bersama, karena cenderung menimbulkan rasa percaya diri yang berlebihan.



Mencegah & menanggulangi kecelakaan yg lain:


1. Pencegahan kecelakaan.

a. Menerapkan peraturan perundangan dengan penuh disiplin.
b. Menerapkan standarisasi kerja yang telah digunakan secara resmi.
c. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan barunya, baik secara fisik maupun mental.
d. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja.
e. Melakukan pengawasan dengan baik.
f. Memasang tanda-tanda peringatan.
g. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat.
h. Pemasangan label dan tanda peringatan.
i. Pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan harus sesuai dengan ketentuan dan aturan yang ada.

j.  Simpanlah bahan-bahan berbahaya di tempat yang memenuhi syarat keamanan bagi penyimpanan bahan tersebut.

k.Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para buruh secara kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.

l.  Penggunaan pakaian pelindung.

m.    Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat bising.

n.Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan keluar.

o.Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.

p.Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan kebutuhan.

 

2. Penanggulangan Kecelakaan.
a. Penanggulangan kebakaran.
ü Jangan membuang puntung rokok yang masih menyala di tempat yang mengandung bahan yang mudah terbakar.
ü Hindarkan sumber-sumber menyala di tempat terbuka.
ü Hindari awan debu yang mudah meledak


b. Penanggulangan Kebakaran Akibat Instalasi Listrik dan Petir.
ü Buat instalasi listrik sesuai dengan aturan yang berlaku.
ü Gunakan sekering/MCB sesuai dengan ukuran yang diperlukan.
ü Gunakan kabel yang berstandar keamanan yang baik.
ü Ganti kabel yang telah usang atau cacat pd instalasi atau peralatan listrik lain.
ü Hindari percabangan sambungan antar rumah.
ü Lakukan pengukuran kontinuitas penghantar, tahanan isolasi, dan tahanan pentanahan secara berkala.
ü Gunakan instalasi penyalur petir sesuai standar.

c. Penanggulangan kecelakaan di dalam lift.
ü Pasang rambu-rambu dan petunjuk yang mudah dibaca oleh pengguna jika terjadi keadaan darurat.
ü Jangan memberi muatan lift melebihi kapasitasnya.
ü Jangan membawa sumber api terbuka di dalam lift.
ü Jangan merokok dan membuang puntung rokok di dalam lift.
ü Jika terjadi pemutusan aliran listrik, maka lift akan berhenti di lantai terdekat dan pintu lift. segera terbuka sesaat setelah berhenti. Segera keluar dari lift dengan hati-hati.


d. Penanggulangan Kecelakaan terhadap Zat Berbahaya.
Zat berbahaya adalah bahan-bahan yang selama pembuatannya, pengolahannya,  pengangkutannya, penyim-panannya dan penggunaannya menimbulkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi, mati lemas, keracunan dan bahaya-bahaya lainnya terhadap gangguan kesehatan orang yang bersangkutan dengannya atau menyebabkan kerusakan benda atau harta
kekayaan.


3. Pendekatan keselamatan lain.

a. Perencanaan.
Keselamatan kerja hendaknya sudah diperhitungkan sejak tahap perencanaan berdirinya organisasi (sekolah, kantor, industri, perusahaan).
Hal-hal yang perlu diperhitungkan antara lain: lokasi, fasilitas penyimpanan, tempat pengolahan, pembuangan limbah, penerangan dan sebagainya.
b. Ketatarumahtanggaan yang baik dan teratur:
ü Menempatkan barang-barang di tempat yang semestinya, tidak menempatkan barang di tempat yang digunakan untuk lalu lintas orang dan jalur-jalur yang digunakan untuk penyelamatan darurat.
ü Menjaga kebersihan lingkungan dari bahan berbahaya, misalnya hindari tumpahan oli pada lantai atau jalur lalu lintas pejalan kaki.
c. Pakaian kerja
ü Hindari pakaian yang terlalu longgar, banyak tali, baju berdasi, baju sobek, kunci/ gelang berantai, jika anda bekerja dengan barabg-barang yang berputar atau mesin-mesin yang bergerak misalnya mesin penggiling, mesin pintal.
ü Hindari pakaian dari bahan seluloid jika anda bekerja dengan bahanbahan yang mudah meledak atau mudah terbakar.
ü Hindari membawa atau menyimpan di kantong baju barang-barang yang runcing, benda tajam, bahan yang mudah meledak, dan atau cairan yang mudah terbakar.
d. Peralatan Perlindungan Diri.
ü Kacamata.
Gunakan kacamata yang sesuai dengan pekerjaan yang anda tangani, misalnya untuk pekerjaan
las diperlukan kacamata dengan kaca yang dapat menyaring sinar las, kacamata renang
digunakan untuk melindungi mata dari air dan zat berbahaya yang terkandung di dalam air.
ü Sepatu
Gunakan sepatu yang dapat melindungi kaki dari berat yang menimpa kaki, paku atau benda
tajamlain, benda pijar, dan asam yang mungkin terinjak. Sepatu untuk pekerja kelistrikan harus
berbahan non-konduktor atau isolator, tanpa paku logam.
ü Sarung tangan.
Gunakan sarung tangan yang tidak menghalangi gerak jari dan tangan. Pillih sarung tangan
dengan bahan yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditangani, misalnya sarung tangan
untuk melindungi diri dari tusukan atau sayata, bahan kimia berbahaya, panas, sengatan listrik
atau radiasi tertentu, berbeda bahannya.
ü Helm pengaman.
Gunakan topi yang dapat melindungi kepala dar tertimpa benda jatuh atau benda lain yang
bergerak, tetapi tetap ringan.
ü Alat pelindung telinga.
Untuk melindungi pekerja dari kebisingan, benda bergerak, percikan bahan berbahaya.
ü Alat pelindung paru-paru.
Untuk melindungi pekerja dari bahaya polusi udara, gas beracun, atau kemungkinan.
ü Alat pelindung lainnya.
Seperti tali pengaman untuk melindungi pekerja dari 
kemungkinan terjatuh.


Sabtu, 09 September 2023

PENYAKIT AKIBAT KERJA

 ENGLISH


BAHASA INDONESIA


1.   PENGERTIAN PENYAKIT AKIBAT KERJA.

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.

Dengan demikian, penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau man made disease. Sejalan dengan hal tersebut terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan.

( Hebbie Ilma Adzim, 2013)


2. PENYEBAB PENYAKIT AKIBAT KERJA .

Tedapat beberapa penyebab Penyakit Akibat Kerja yang umum terjadi di tempat kerja, berikut beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang ada di tempat kerja.

a. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi, penerangan.

b. Golongan kimiawi: Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan, kabut.
c. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll.
d. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.

e. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjan.

Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka ragam, yaitu berkisar 2.000-100.000 lux di tempat terbuka sepanjang hari dan pada malam hari dengan  Pencahayaan buatan 50-500 lux.

Kelelahan pada mata ditandai oleh:
a. Iritasi pada mata / conjunctiva
b. Penglihatan ganda
c. Sakit kepala
d. Daya akomodasi dan konvergensi turun
e. Ketajaman penglihatan

Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di tempat kerja. Grandjean (1980) menyarankan sistem desain pencahayaan di tempat kerja sebagai berikut:
a.Hindari sumber pencahayaan lokal langsung dalam penglihatan pekerja.
b.Hindari penggunaan cat mengkilap terhadap mesin-mesin, meja, kursi, dan tempat kerja.

c.Hindari pemasangan lampu FL/TL yang tegak lurus dalam garis penglihatan.


3. MACAM-MACAM PENYAKIT AKIBAT KERJA

Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah maupun ulah manusia, yaitu lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada. Partikel-partikel udara sangat merugikan kesehatan manusia.

Pada umumnya udara yang tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau pneumoconiosis.
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit pneumoconiosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap kedalam paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industry dan teknologi, yaitu silikosis, asbestosis, bisinosisi, antrakosis, dan beriliosis.

a. Penyakit Silikosis
b. Penyakit Asbestosis
c. Penyakit Bisnosis
d. Penyakit Antrakosis
e. Penyakit Beriliosis
f. Penyakit Saluran Pernafasan
g. Penyakit Kulit
h. Kerusakan Pendengaran
i. Gejala pada Punggung dan Sendi
j. Kanker
k. Coronary Artery
l. Penyakit Liver
m. Masalah Neuropsikiatrik
n. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya


3. A. PENYAKIT SILIKOSIS

Penyakit Silikosis Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang  mengerjakan besi (mengikir, menggerinda) dll.

Selain dari itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat penampang besi, timah putih dan tambang batu bara. Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkam debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama-sama dengan partikel yang lainya, seperti debu alumunia, oksida besi dan karbon dalam bentuk debu. Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yamg ketat sebab penyakit silikosis belum ada obatnya yang tepat.


3. B. PENYAKIT ASBESTOSIS

Penyakit Asbestosis Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup kedalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak nafas dan batukbatuk yang disertai dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan mengakibatkan asbestosis ini.


3. C. PENYAKIT BISNOSIS

Penyakit Bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran ini dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan, atau pergudangan kapas. Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisnosis ini berupa sesak nafas, terasa berat pada dada, terutama peda hari senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Pada bisnosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.


3. D. PENYAKIT ANTRAKOSIS

Penyakit Antrakosis Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batu bara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pembakaran batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu: penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantrakosis, dan penyakit tuberkolosilko antrakosis.


3. E. PENYAKIT BERILIOSIS

Penyakit Beriliosis Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saliran pernafasan yang disebut beriliosis.

Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis, dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio, dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.


3. F. PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN

Penyakit Saluran Pernafasan Penyakit Akibat Kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis.

Akut misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus kronis, misal: asbestosis.
Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau edema paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.


3. G. PENYAKIT KULIT

Penyakit Kulit Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, dan kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka, atau karena faktor lain. 


3. H. KERUSAKAN PENDENGARAN

Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat paparan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilang pendengaran.


3. I. GEJALA PADA PUNGGUNG DAN SENDI.

Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.


3.J. KANKER

Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh paparan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja (karsinogen) sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker paparan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.


3.K. CORONARY ARTERY

Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.


3.L. PENYAKIT LIVER

Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.


3.M. MASALAH NEUROPSIKIATRIK

Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. Neuropatiperifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol, atau tidak diketahui penyebabnya. Depresi oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat menyebabkan depresi. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Selain itu, Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.

 

3.N. PENYAKIT YANG TIDAK DIKETAHUI SEBABNYA

Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal: parfum, derivate petroleum, rokok.


4. FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT AKIBAT KERJA
a. Faktor Fisik
b. Faktor Kimia
c. Faktor Biologi
d. Faktor Ergonomi/Fisiologi
e. Faktor Psikologi


4.A. FAKTOR FISIK
Penyebab:
1) Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian.
2) Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke.
3) Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak.
4) Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
5) Radio aktif: alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh manusia
6) Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
7) Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme, Polineurutis.


Pencegahannya:
1) Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5) Pelindung mata untuk sinar laser
6) Filter untuk mikroskop

 


4.B. FAKTOR KIMIA

Penyebab:
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping (produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel.

Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh:

iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.

Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negative terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.


Pencegahannya:
1) Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.

2) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.

3) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.

4) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.

5) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.


4.C. FAKTOR BIOLOGI

Penyebab:
v Viral Desiases: rabies, hepatitis.

v Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus.

v Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis.

Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman pathogen maupun debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.

Pencegahannya:
1) Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi, dan desinfeksi.

2) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk memastikan dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3) Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice).

4) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan spesimen secara benar.

6) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.

7) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

8) Kebersihan diri dari petugas.


4.D. FAKTOR ERGONOMI / FISIOLOGI

Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.

Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan Batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomic bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job

Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).


4.E. FAKTOR PSIKOLOGI

Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan kerja komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulangulang, kerja berlebihan, kerja kurang, kerja shift, dan terpencil).

Manifestasinya berupa stress. Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:

1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramah tamahan.

2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.

4) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sector formal ataupun informal.


5. DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.

Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:


1) Menentukan diagnosis klinis.

2) Menentukan paparan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini.
3) Menentukan apakah paparan memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.
4) Menentukan apakah jumlah paparan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.

5) Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.
6) Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit.
7) Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.


6. PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT KERJA.

Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
1) Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur.

2) Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.
3) Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh seperti berikut ini:

1) Pencegahan Pimer – Healt Promotion

2) Pencegahan Skunder – Specifict Protection

3) Pencegahan Tersier


a. Pencegahan Pimer Healt Promotion

· Perilaku Kesehatan

· Faktor bahaya di tempat kerja

· Perilaku kerja yang baik

· Olahraga

· Gizi

 

b. Pencegahan Sekunder Specifict Protection

· Pengendalian melalui perundang-undangan

· Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
· Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
· Pengendalian jalur kesehatan imunisasi

 

c. Pencegahan Tersier

· Pemeriksaan kesehatan pra-kerja

· Pemeriksaan kesehatan berkala

· Pemeriksaan lingkungan secara berkala

· Surveilans

· Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja

· Pengendalian segera ditempat kerja


6. PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah:

a. Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.
b. Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi secara teratur serta dilakukan pengobatan.


Pedoman deteksi dini menurut WHO:

a. Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (HB), sitologi sputum yang abnormal, dan sebagainya.

b. Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji kapasitas kerja fisik, uji saraf, dan sebagainya.

c. Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis.
Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarut-pelarut organik.

Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh yaitu pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
a. Pemeriksaan sebelum penempatan

Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi.

Pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah sekian lama bekerja.

b. Pemeriksaan kesehatan berkala

Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang jelas.

Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat penting bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting untuk mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu.

SAFETY LESSON TASK JTD 3A

  ANSWER CORRECTLY BY LOOKING AT THE NOTES: HANDWRITTEN ASSIGNMENTS MUST BE PHOTOGRAPHED AND SENT AS AN ATTACHMENT ( Must be the same as the...