Sabtu, 09 September 2023

PENYAKIT AKIBAT KERJA

 ENGLISH


BAHASA INDONESIA


1.   PENGERTIAN PENYAKIT AKIBAT KERJA.

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.

Dengan demikian, penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau man made disease. Sejalan dengan hal tersebut terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan.

( Hebbie Ilma Adzim, 2013)


2. PENYEBAB PENYAKIT AKIBAT KERJA .

Tedapat beberapa penyebab Penyakit Akibat Kerja yang umum terjadi di tempat kerja, berikut beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang ada di tempat kerja.

a. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi, penerangan.

b. Golongan kimiawi: Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan, kabut.
c. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll.
d. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.

e. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjan.

Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka ragam, yaitu berkisar 2.000-100.000 lux di tempat terbuka sepanjang hari dan pada malam hari dengan  Pencahayaan buatan 50-500 lux.

Kelelahan pada mata ditandai oleh:
a. Iritasi pada mata / conjunctiva
b. Penglihatan ganda
c. Sakit kepala
d. Daya akomodasi dan konvergensi turun
e. Ketajaman penglihatan

Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di tempat kerja. Grandjean (1980) menyarankan sistem desain pencahayaan di tempat kerja sebagai berikut:
a.Hindari sumber pencahayaan lokal langsung dalam penglihatan pekerja.
b.Hindari penggunaan cat mengkilap terhadap mesin-mesin, meja, kursi, dan tempat kerja.

c.Hindari pemasangan lampu FL/TL yang tegak lurus dalam garis penglihatan.


3. MACAM-MACAM PENYAKIT AKIBAT KERJA

Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah maupun ulah manusia, yaitu lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada. Partikel-partikel udara sangat merugikan kesehatan manusia.

Pada umumnya udara yang tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau pneumoconiosis.
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit pneumoconiosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap kedalam paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industry dan teknologi, yaitu silikosis, asbestosis, bisinosisi, antrakosis, dan beriliosis.

a. Penyakit Silikosis
b. Penyakit Asbestosis
c. Penyakit Bisnosis
d. Penyakit Antrakosis
e. Penyakit Beriliosis
f. Penyakit Saluran Pernafasan
g. Penyakit Kulit
h. Kerusakan Pendengaran
i. Gejala pada Punggung dan Sendi
j. Kanker
k. Coronary Artery
l. Penyakit Liver
m. Masalah Neuropsikiatrik
n. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya


3. A. PENYAKIT SILIKOSIS

Penyakit Silikosis Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang  mengerjakan besi (mengikir, menggerinda) dll.

Selain dari itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat penampang besi, timah putih dan tambang batu bara. Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkam debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama-sama dengan partikel yang lainya, seperti debu alumunia, oksida besi dan karbon dalam bentuk debu. Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yamg ketat sebab penyakit silikosis belum ada obatnya yang tepat.


3. B. PENYAKIT ASBESTOSIS

Penyakit Asbestosis Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup kedalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak nafas dan batukbatuk yang disertai dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan mengakibatkan asbestosis ini.


3. C. PENYAKIT BISNOSIS

Penyakit Bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran ini dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan, atau pergudangan kapas. Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisnosis ini berupa sesak nafas, terasa berat pada dada, terutama peda hari senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Pada bisnosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.


3. D. PENYAKIT ANTRAKOSIS

Penyakit Antrakosis Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batu bara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pembakaran batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu: penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantrakosis, dan penyakit tuberkolosilko antrakosis.


3. E. PENYAKIT BERILIOSIS

Penyakit Beriliosis Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saliran pernafasan yang disebut beriliosis.

Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis, dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio, dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.


3. F. PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN

Penyakit Saluran Pernafasan Penyakit Akibat Kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis.

Akut misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus kronis, misal: asbestosis.
Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau edema paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.


3. G. PENYAKIT KULIT

Penyakit Kulit Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, dan kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka, atau karena faktor lain. 


3. H. KERUSAKAN PENDENGARAN

Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat paparan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilang pendengaran.


3. I. GEJALA PADA PUNGGUNG DAN SENDI.

Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.


3.J. KANKER

Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh paparan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja (karsinogen) sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker paparan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.


3.K. CORONARY ARTERY

Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.


3.L. PENYAKIT LIVER

Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.


3.M. MASALAH NEUROPSIKIATRIK

Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. Neuropatiperifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol, atau tidak diketahui penyebabnya. Depresi oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat menyebabkan depresi. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Selain itu, Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.

 

3.N. PENYAKIT YANG TIDAK DIKETAHUI SEBABNYA

Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal: parfum, derivate petroleum, rokok.


4. FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT AKIBAT KERJA
a. Faktor Fisik
b. Faktor Kimia
c. Faktor Biologi
d. Faktor Ergonomi/Fisiologi
e. Faktor Psikologi


4.A. FAKTOR FISIK
Penyebab:
1) Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian.
2) Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke.
3) Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak.
4) Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
5) Radio aktif: alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh manusia
6) Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
7) Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme, Polineurutis.


Pencegahannya:
1) Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5) Pelindung mata untuk sinar laser
6) Filter untuk mikroskop

 


4.B. FAKTOR KIMIA

Penyebab:
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping (produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel.

Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh:

iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.

Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negative terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.


Pencegahannya:
1) Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.

2) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.

3) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.

4) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.

5) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.


4.C. FAKTOR BIOLOGI

Penyebab:
v Viral Desiases: rabies, hepatitis.

v Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus.

v Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis.

Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman pathogen maupun debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.

Pencegahannya:
1) Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi, dan desinfeksi.

2) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk memastikan dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3) Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice).

4) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan spesimen secara benar.

6) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.

7) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

8) Kebersihan diri dari petugas.


4.D. FAKTOR ERGONOMI / FISIOLOGI

Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.

Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan Batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomic bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job

Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).


4.E. FAKTOR PSIKOLOGI

Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan kerja komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulangulang, kerja berlebihan, kerja kurang, kerja shift, dan terpencil).

Manifestasinya berupa stress. Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:

1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramah tamahan.

2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.

4) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sector formal ataupun informal.


5. DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.

Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:


1) Menentukan diagnosis klinis.

2) Menentukan paparan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini.
3) Menentukan apakah paparan memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.
4) Menentukan apakah jumlah paparan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.

5) Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.
6) Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit.
7) Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.


6. PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT KERJA.

Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
1) Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur.

2) Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.
3) Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh seperti berikut ini:

1) Pencegahan Pimer – Healt Promotion

2) Pencegahan Skunder – Specifict Protection

3) Pencegahan Tersier


a. Pencegahan Pimer Healt Promotion

· Perilaku Kesehatan

· Faktor bahaya di tempat kerja

· Perilaku kerja yang baik

· Olahraga

· Gizi

 

b. Pencegahan Sekunder Specifict Protection

· Pengendalian melalui perundang-undangan

· Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
· Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
· Pengendalian jalur kesehatan imunisasi

 

c. Pencegahan Tersier

· Pemeriksaan kesehatan pra-kerja

· Pemeriksaan kesehatan berkala

· Pemeriksaan lingkungan secara berkala

· Surveilans

· Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja

· Pengendalian segera ditempat kerja


6. PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah:

a. Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.
b. Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi secara teratur serta dilakukan pengobatan.


Pedoman deteksi dini menurut WHO:

a. Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (HB), sitologi sputum yang abnormal, dan sebagainya.

b. Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji kapasitas kerja fisik, uji saraf, dan sebagainya.

c. Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis.
Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarut-pelarut organik.

Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh yaitu pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
a. Pemeriksaan sebelum penempatan

Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi.

Pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah sekian lama bekerja.

b. Pemeriksaan kesehatan berkala

Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang jelas.

Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat penting bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting untuk mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu.

Kamis, 07 September 2023

KECELAKAAN KERJA

 


KECELAKAAN AKIBAT KERJA.

Kecelakaan kerja, dalam konteks hukum dan manajemen keselamatan kerja, mengacu pada kejadian yang tidak diharapkan dan tidak terduga yang dapat menyebabkan cedera manusia atau kerusakan harta benda. Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/98, mendefinisikan kecelakaan kerja sebagai suatu peristiwa yang tiba-tiba atau tidak terduga, yang tidak terjadi dengan sendirinya, namun memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi.

Heinrich (1980) juga menggambarkan kecelakaan kerja sebagai kejadian yang berpotensi merusak lingkungan atau dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Kecelakaan kerja sering kali tidak terencana dan tidak terkendali, dan dapat disebabkan oleh tindakan atau reaksi terhadap objek, bahan, orang, atau radiasi, yang kemudian mengakibatkan cedera atau dampak negatif lainnya.

Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut Standar AS 1885-1 tahun 1990

Klasifikasi kecelakaan kerja adalah langkah penting dalam upaya untuk memahami jenis-jenis kejadian yang umumnya terjadi di tempat kerja. Standar Australia AS 1885-1 tahun 1990 adalah salah satu referensi yang menguraikan kode-kode klasifikasi kecelakaan kerja, yang meliputi:

  1. Jatuh dari atas ketinggian.
  2. Jatuh dari ketinggian yang sama.
  3. Menabrak objek dengan bagian tubuh.
  4. Terpapar oleh getaran mekanik.
  5. Tertabrak oleh objek yang bergerak.
  6. Terpapar oleh suara keras tiba-tiba.
  7. Terpapar pada suara yang berlangsung dalam waktu lama.
  8. Terpapar pada tekanan yang bervariasi (lebih dari tingkat suara).
  9. Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah.
  10. Otot tegang lainnya.

Pemahaman tentang klasifikasi ini membantu organisasi dan pekerja dalam mengidentifikasi potensi risiko di tempat kerja dan mengambil tindakan pencegahan yang sesuai untuk mengurangi kejadian kecelakaan kerja. Keselamatan kerja menjadi aspek penting dalam menjaga kesejahteraan pekerja dan kelangsungan bisnis.

 

Klasifikasi kecelakaan kerja lainnya yang menguraikan kode-kode klasifikasi kecelakaan kerja, yang meliputi:

  1. Kontak dengan listrik.
  2. Kontak atau terpapar dengan dingin atau panas.
  3. Terpapar radiasi.
  4. Kontak tunggal dengan bahan kimia.
  5. Kontak lainnya dengan bahan kimia.
  6. Kontak dengan, atau terpapar faktor biologi.
  7. Terpapar faktor stress mental.
  8. Longsor atau runtuh.
  9. Kecelakaan kendaraan/mobil.
  10. Klasifikasi "lain-lain" yang mencakup mekanisme cidera berganda atau banyak, serta mekanisme cidera yang tidak spesifik.

Klasifikasi ini membantu dalam pengelompokan dan analisis kecelakaan kerja, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola dan tren yang mungkin terjadi di tempat kerja. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang jenis kecelakaan yang paling umum, organisasi dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan keselamatan kerja.

Dampak kecelakaan kerja dapat sangat beragam, dan ini mencakup:

1.    Kurangnya kontrol: Ini mencakup ketidakpatuhan terhadap sistem, standar, dan penyesuaian yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

2.    Penyebab langsung: Merujuk pada faktor-faktor yang secara langsung menyebabkan kejadian kecelakaan.

3.    Kerugian: Kecelakaan kerja seringkali berdampak pada kerugian yang tidak diinginkan, berupa bahaya, cedera, atau kerusakan fisik maupun material.

Pemahaman terhadap dampak-dampak ini sangat penting dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja, karena membantu dalam mengidentifikasi akar penyebab dan menerapkan langkah-langkah perbaikan yang tepat untuk mengurangi risiko dan meningkatkan keselamatan di tempat kerja.

 

Cidera Akibat Kecelakaan Kerja: Pengertian, Tujuan, dan Klasifikasi.

Cidera, dalam konteks kecelakaan kerja, merujuk pada segala jenis cedera fisik seperti patah, retak, cabikan, dan lainnya yang diakibatkan oleh kejadian kecelakaan di tempat kerja. Heinrich et al. (1980) mendefinisikan cidera ini sebagai dampak fisik yang timbul akibat kecelakaan. Menurut Bureau of Labor Statistics, U.S. Department of Labor (2008), cidera dan sakit yang terjadi di tempat kerja dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh, termasuk:

  • Kepala dan mata.
  • Leher.
  • Batang tubuh, seperti bahu dan punggung.
  • Alat gerak atas, seperti lengan tangan, pergelangan tangan, tangan (selain jari), dan jari tangan.
  • Alat gerak bawah, seperti lutut, pergelangan kaki, kaki (selain jari kaki), dan jari kaki.
  • Sistem tubuh secara keseluruhan.

Tujuan Analisis Cidera atau Sakit: Tujuan dari menganalisis cidera atau sakit yang mempengaruhi bagian tubuh yang spesifik adalah untuk membantu dalam pengembangan program pencegahan kecelakaan. Sebagai contoh, jika terdapat cedera mata, langkah-langkah pencegahan dapat mencakup penggunaan kacamata pelindung. Analisis ini juga digunakan untuk memahami penyebab alami terjadinya cidera akibat kecelakaan kerja.

Klasifikasi Cidera Akibat Kecelakaan Kerja: Banyak perusahaan menggunakan standar referensi tertentu untuk mengklasifikasikan jenis cidera dan tingkat keparahannya. Salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 tahun 1990. Di bawah ini adalah pengelompokan cidera yang umum digunakan:

a. Fatality: Cidera yang mengakibatkan kematian.

b. Loss Time Injury: Cidera yang mengakibatkan hilangnya waktu kerja yang signifikan.

c. Loss Time Day: Cidera yang mengakibatkan absen dari pekerjaan selama beberapa hari.

d. Restricted Duty: Cidera yang membatasi pekerjaan yang dapat dilakukan oleh karyawan.

e. Medical Treatment Injury: Cidera yang memerlukan perawatan medis.

f. First Aid Injury: Cidera yang dapat ditangani dengan pertolongan pertama.

g. Non Injury Incident: Kejadian yang tidak menghasilkan cidera fisik.

Definisi Rate:

a. Incident Rate: Jumlah kejadian atau kecelakaan cidera atau sakit akibat kerja per seratus orang karyawan yang dipekerjakan.

b. Frekwensi Rate: Jumlah kejadian cidera atau sakit akibat kerja per satu juta jam kerja.

c. Loss Time Injury Frekwensi Rate: Jumlah cidera atau sakit akibat kecelakaan kerja dibagi satu juta jam kerja, dengan memperhitungkan waktu kerja yang hilang.

d. Severity Rate: Jumlah waktu kerja yang hilang dan waktu pada pekerjaan alternatif yang hilang dibagi satu juta jam kerja.

e. Total Recordable Injury Frekwensi Rate: Jumlah total cidera akibat kerja yang dicatat (MTI, LTI, dan cidera yang tidak mampu bekerja) dibagi satu juta jam kerja.

Pemahaman tentang jenis cidera dan tingkatannya, serta perhitungan tingkat kecelakaan, sangat penting dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja dan mengurangi risiko kecelakaan di tempat kerja.

 

Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja: Manusia, Material, Sumber Bahaya, dan Faktor yang dihadapi

Kecelakaan kerja seringkali dapat diidentifikasi melalui sejumlah faktor penyebab yang berperan dalam terjadinya insiden tersebut. Faktor-faktor ini dapat mencakup:

a. Faktor Manusia: Faktor manusia melibatkan aspek pengetahuan, ketrampilan, dan sikap individu yang bekerja di lingkungan kerja. Ini mencakup tingkat pengetahuan pekerja tentang prosedur keselamatan, keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaan tertentu, serta sikap kerja yang dapat mempengaruhi keselamatan. Ketidaktahuan, kurangnya ketrampilan, atau sikap yang tidak sesuai dapat menjadi penyebab kecelakaan.

b. Faktor Material: Faktor material mencakup segala hal yang digunakan dalam pekerjaan dan dapat mempengaruhi kesehatan atau keselamatan pekerja. Ini termasuk peralatan, mesin, bahan, dan alat yang digunakan dalam proses kerja. Ketidaklayakan, kerusakan, atau penggunaan yang salah dari peralatan dan material dapat meningkatkan risiko kecelakaan.

c. Faktor Sumber Bahaya: Faktor ini terdiri dari dua aspek utama:

  • Perbuatan Berbahaya: Terkait dengan perilaku pekerja yang dapat mengakibatkan bahaya, seperti penggunaan metode kerja yang tidak benar, bekerja dalam kondisi keletihan atau kecapekan, serta sikap kerja yang kurang hati-hati.
  • Kondisi/Keadaan Bahaya: Ini mencakup keadaan yang tidak aman dari mesin atau peralatan, kondisi lingkungan kerja, proses kerja, atau sifat pekerjaan yang berpotensi mengancam keselamatan. Pemeliharaan yang buruk atau kurangnya perawatan pada mesin dan peralatan juga dapat menciptakan kondisi berbahaya.

 

d. Faktor yang Dihadapi: Faktor ini mencakup situasi di mana pekerja harus menghadapi tantangan atau kendala yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan. Misalnya, kurangnya pemeliharaan atau perawatan mesin atau peralatan dapat mengakibatkan ketidakmampuan mereka untuk bekerja dengan baik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan potensi kecelakaan.

Penting untuk dicatat bahwa, menurut Bennet dan Rumondang (1985), kecelakaan kerja sebenarnya bisa diprediksi atau diduga jika tindakan dan kondisi tidak mematuhi standar keselamatan. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa perilaku kerja dan lingkungan kerja memenuhi persyaratan keselamatan yang ditetapkan. Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh perilaku yang tidak aman memiliki andil yang signifikan, dengan 80% berasal dari perilaku berbahaya dan 20% dari kondisi yang tidak aman. Perilaku berbahaya dapat melibatkan aspek seperti sikap, pengetahuan, keterampilan, keletihan, atau masalah psikologis.

Teori Penyebab Kecelakaan Kerja

TEORI DOMINO

a. Teori Domino: Konsep dasar dari model ini adalah sebagai berikut:

  • Kecelakaan adalah hasil dari serangkaian kejadian berurutan; kecelakaan tidak terjadi secara tiba-tiba.
  • Penyebab kecelakaan melibatkan faktor manusia dan faktor fisik.
  • Terjadinya kecelakaan dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial di tempat kerja.
  • Kecelakaan terjadi akibat kesalahan manusia.

TEORI BIRD & LOFTUS


b. Teori Bird & Loftus: Kunci dari teori ini tetap mengacu pada tindakan dan kondisi yang tidak aman, sebagaimana diungkapkan oleh Heinrich. Bird dan Loftus lebih menekankan pada peran manajemen dalam pengendalian agar kecelakaan tidak terjadi.

TEORI SWISS CHEESE


c. Teori Swiss Cheese: Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan terjadi ketika terdapat kegagalan interaksi pada berbagai komponen yang terlibat dalam suatu sistem produksi. Kegagalan dalam suatu proses dapat diibaratkan sebagai "lubang" dalam lapisan-lapisan yang berbeda dalam sistem, menjelaskan tahap mana dari proses produksi yang mengalami kegagalan.

Penyebab Kecelakaan Kerja dapat dibagi menjadi:

  • Direct Cause: Penyebab langsung yang sangat terkait dengan kejadian kecelakaan yang mengakibatkan kerugian atau cidera pada saat kecelakaan terjadi. Investigasi sering kali berfokus pada penyebab langsung ini dan bagaimana mencegahnya.
  • Latent Cause: Penting untuk mengidentifikasi "Latent Cause," yakni kondisi yang ada sebelumnya dan dapat menyebabkan kecelakaan. Kondisi ini mungkin sudah terlihat jelas sebelum terjadi kecelakaan.

 

Kategori Kecelakaan Kerja

  1. Kecelakaan Industri (Industrial Accident): Terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau risiko kerja.
  2. Kecelakaan dalam Perjalanan (Commute Accident): Terjadi di luar tempat kerja, namun terkait dengan aktivitas atau hubungan kerja.

Analisis Kecelakaan Kerja

Analisis kecelakaan kerja memiliki tujuan untuk:

  1. Mengidentifikasi penyebab kecelakaan kerja.
  2. Memahami akibat kecelakaan kerja.
  3. Mengembangkan langkah-langkah pencegahan.

Tujuan analisis kecelakaan kerja adalah untuk menjawab pertanyaan "mengapa kecelakaan ini terjadi?" sehingga dapat ditentukan "bagaimana kita dapat mencegah kecelakaan serupa terjadi di masa depan?" Analisis ini membantu dalam pengembangan strategi dan tindakan pencegahan yang efektif. Penyebab kecelakaan kerja seringkali melibatkan perbuatan berbahaya dan keadaan berbahaya yang harus diidentifikasi dan diperbaiki.

 

Ukuran Statistik Kecelakaan

a. Tingkat Kekerapan (Frequency Rate, FR): FR adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur frekuensi kecelakaan dalam suatu organisasi atau tempat kerja. Ini menggambarkan seberapa sering kecelakaan terjadi selama periode tertentu. Rumus FR adalah:

FR = (Jumlah Kecelakaan / Jumlah Jam Kerja) x 1.000.000

Di mana:

  • Jumlah Kecelakaan adalah jumlah total kecelakaan yang terjadi dalam periode tersebut.
  • Jumlah Jam Kerja adalah jumlah jam kerja selama periode yang sama.

Hasil FR ini seringkali dinyatakan per satu juta jam kerja untuk memperjelas frekuensinya.

b. Tingkat Keparahan (Severity Rate, SR): SR adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur seberapa parah dampak kecelakaan pada karyawan atau pekerja. SR dapat dihitung berdasarkan "jumlah hari yang hilang" akibat kecelakaan. Rumus SR adalah:

SR = (Total Hari yang Hilang Akibat Cedera / Jumlah Jam Kerja) x 1.000.000

Di mana:

  • Total Hari yang Hilang Akibat Cedera adalah jumlah hari kerja yang hilang akibat cedera atau kecelakaan dalam periode tertentu.
  • Jumlah Jam Kerja adalah jumlah jam kerja selama periode yang sama.

Hasil SR ini juga sering dinyatakan per satu juta jam kerja untuk memberikan gambaran tingkat keparahan dampak kecelakaan pada tingkat pekerjaan.
















SAFETY LESSON TASK JTD 3A

  ANSWER CORRECTLY BY LOOKING AT THE NOTES: HANDWRITTEN ASSIGNMENTS MUST BE PHOTOGRAPHED AND SENT AS AN ATTACHMENT ( Must be the same as the...