ENGLISH
Penyakit akibat kerja adalah penyakit
yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan
kerja.
Dengan demikian, penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau man
made disease. Sejalan dengan hal tersebut terdapat pendapat lain yang
menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja ialah gangguan kesehatan baik jasmani
maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi
yang berhubungan dengan pekerjaan.
( Hebbie Ilma Adzim, 2013)
Tedapat beberapa
penyebab Penyakit Akibat Kerja yang umum terjadi di tempat kerja, berikut
beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang ada di
tempat kerja.
a. Golongan fisik: bising,
radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi, penerangan.
b. Golongan
kimiawi: Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan, kabut.
c. Golongan
biologik: bakteri, virus, jamur, dll.
d. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat
kerja, beban kerja.
e. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjan.
Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka ragam, yaitu berkisar 2.000-100.000 lux di tempat terbuka sepanjang hari dan pada malam hari dengan Pencahayaan buatan 50-500 lux.
Kelelahan pada mata ditandai oleh:
a. Iritasi pada mata / conjunctiva
b. Penglihatan ganda
c. Sakit kepala
d. Daya akomodasi dan konvergensi turun
e. Ketajaman penglihatan
Upaya perbaikan
penggunaan pencahayaan di tempat kerja. Grandjean (1980) menyarankan sistem
desain pencahayaan di tempat kerja sebagai berikut:
a.Hindari sumber pencahayaan lokal langsung dalam
penglihatan pekerja.
b.Hindari penggunaan cat mengkilap terhadap
mesin-mesin, meja, kursi, dan tempat kerja.
c.Hindari pemasangan lampu FL/TL yang tegak lurus dalam garis penglihatan.
Pencemaran udara oleh
partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah maupun ulah manusia, yaitu
lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara banyak
macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi
yang ada. Partikel-partikel udara sangat merugikan kesehatan manusia.
Pada umumnya udara yang
tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan
atau pneumoconiosis.
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh
adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit pneumoconiosis
banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau
terhisap kedalam paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak
dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industry dan teknologi, yaitu
silikosis, asbestosis, bisinosisi, antrakosis, dan beriliosis.
a. Penyakit
Silikosis
b. Penyakit
Asbestosis
c. Penyakit
Bisnosis
d. Penyakit
Antrakosis
e. Penyakit
Beriliosis
f. Penyakit
Saluran Pernafasan
g. Penyakit
Kulit
h. Kerusakan
Pendengaran
i. Gejala
pada Punggung dan Sendi
j. Kanker
k. Coronary
Artery
l. Penyakit
Liver
m. Masalah
Neuropsikiatrik
n. Penyakit
yang Tidak Diketahui Sebabnya
3. A. PENYAKIT SILIKOSIS
Penyakit Silikosis Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran
debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan
kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja,
keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan
besi (mengikir, menggerinda) dll.
Selain dari itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat penampang besi, timah putih dan tambang batu bara. Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkam debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama-sama dengan partikel yang lainya, seperti debu alumunia, oksida besi dan karbon dalam bentuk debu. Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yamg ketat sebab penyakit silikosis belum ada obatnya yang tepat.
3. B. PENYAKIT ASBESTOSIS
Penyakit Asbestosis Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup kedalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak nafas dan batukbatuk yang disertai dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan mengakibatkan asbestosis ini.
3. C. PENYAKIT BISNOSIS
Penyakit Bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran ini dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan, atau pergudangan kapas. Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisnosis ini berupa sesak nafas, terasa berat pada dada, terutama peda hari senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Pada bisnosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
3. D. PENYAKIT ANTRAKOSIS
Penyakit Antrakosis Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batu bara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pembakaran batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu: penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantrakosis, dan penyakit tuberkolosilko antrakosis.
3. E. PENYAKIT BERILIOSIS
Penyakit Beriliosis Udara yang tercemar oleh debu logam berilium,
baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida,
dapat menyebabkan penyakit saliran pernafasan yang disebut beriliosis.
Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis, dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio, dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.
3. F. PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN
Penyakit Saluran Pernafasan Penyakit Akibat Kerja pada saluran
pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis.
Akut misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis
akut atau karena virus kronis, misal: asbestosis.
Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau edema
paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
3. G. PENYAKIT KULIT
Penyakit Kulit Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, dan kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka, atau karena faktor lain.
3. H. KERUSAKAN PENDENGARAN
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat paparan kebisingan
yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan
gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilang pendengaran.
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.
3.J. KANKER
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang
disebabkan oleh paparan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja
(karsinogen) sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi
epidemiologi. Pada Kanker paparan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20
tahun sebelum diagnosis.
Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia
lain di tempat kerja.
Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
3.M. MASALAH NEUROPSIKIATRIK
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering
diabaikan. Neuropatiperifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol, atau
tidak diketahui penyebabnya. Depresi oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau
masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari
stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I
solven) dapat menyebabkan depresi. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah,
merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Selain itu,
Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
3.N.
PENYAKIT YANG TIDAK DIKETAHUI SEBABNYA
Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal: parfum, derivate petroleum, rokok.
4. FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT
AKIBAT KERJA
a. Faktor Fisik
b. Faktor Kimia
c. Faktor Biologi
d. Faktor Ergonomi/Fisiologi
e. Faktor Psikologi
4.A. FAKTOR FISIK
Penyebab:
1) Suara
tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian.
2) Temperature
atau suhu tinggi dapat menyebabkan
Hyperpireksi, Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke.
3) Radiasi
sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak.
4) Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
5) Radio aktif: alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh manusia
6) Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
7) Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme, Polineurutis.
Pencegahannya:
1) Pengendalian
cahaya di ruang laboratorium.
2) Pengaturan
ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3) Menurunkan
getaran dengan bantalan anti vibrasi
4) Pengaturan
jadwal kerja yang sesuai.
5) Pelindung
mata untuk sinar laser
6) Filter
untuk mikroskop
Penyebab:
Asal:
bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping (produk), sisa
produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel.
Cara masuk tubuh dapat melalui saluran
pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara akut
dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh:
iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan
sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negative terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahannya:
1) Material
safety data sheet (MSDS) dari seluruh
bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek,
jas laboratorium) dengan benar.
4) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
5) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
4.C. FAKTOR BIOLOGI
Penyebab:
v Viral Desiases: rabies, hepatitis.
v
Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis,
TBC, Tetanus.
v
Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis.
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable
bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama
kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari
pasien, benda-benda yang terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar melalui
kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi
pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores
atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi.
Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai
contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali
lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas
Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang
tercemar kuman pathogen maupun debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahannya:
1) Seluruh
pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi, dan
desinfeksi.
2) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk memastikan
dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan
bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3) Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek
yang benar (Good Laboratory Practice).
4) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat,
peralatan, sisa bahan infeksius, dan spesimen secara benar.
6) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
7) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8) Kebersihan diri dari petugas.
4.D. FAKTOR ERGONOMI / FISIOLOGI
Faktor ini sebagai
akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja,
lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh:
kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi,
dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni
berupaya menyerasikan alat, cara, proses, dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan Batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman,
dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomic bersifat
konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
4.E. FAKTOR PSIKOLOGI
Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe
kepemimpinan, hubungan kerja komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton,
berulangulang, kerja berlebihan, kerja kurang, kerja shift, dan
terpencil).
Manifestasinya berupa stress. Beberapa contoh
faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:
1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut
hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut
untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramah tamahan.
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3) Hubungan
kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja.
4) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sector formal ataupun informal.
5. DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja
pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi
yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7
langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:
1) Menentukan diagnosis
klinis.
2) Menentukan paparan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini.
3) Menentukan apakah paparan memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.
4) Menentukan
apakah jumlah paparan yang dialami cukup besar
untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
5) Menentukan apakah ada faktor-faktor
lain yang mungkin dapat mempengaruhi.
6) Mencari
adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit.
7) Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.
Berikut ini beberapa
tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
1) Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur.
2) Mengenali
resiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih
lanjut.
3) Segara akses
tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh seperti
berikut ini:
1) Pencegahan Pimer – Healt Promotion
2) Pencegahan Skunder – Specifict Protection
3) Pencegahan Tersier
a. Pencegahan Pimer – Healt Promotion
· Perilaku Kesehatan
· Faktor bahaya di tempat kerja
· Perilaku kerja yang baik
· Olahraga
· Gizi
b. Pencegahan Sekunder – Specifict Protection
· Pengendalian melalui perundang-undangan
· Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
· Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
· Pengendalian jalur kesehatan imunisasi
c. Pencegahan Tersier
· Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
· Pemeriksaan kesehatan berkala
· Pemeriksaan lingkungan secara berkala
· Surveilans
· Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
· Pengendalian segera ditempat kerja
6. PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah
dicegah:
a. Bahan penyebab penyakit mudah
diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.
b. Populasi
yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi secara teratur serta dilakukan pengobatan.
Pedoman deteksi dini menurut WHO:
a. Perubahan
biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis
laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan terhadap
pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (HB), sitologi sputum yang
abnormal, dan sebagainya.
b. Perubahan
kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai
melalui pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji kapasitas
kerja fisik, uji saraf, dan sebagainya.
c. Perubahan
kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis.
Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarut-pelarut
organik.
Selain itu terdapat pula
beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh yaitu pemeriksaan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
a. Pemeriksaan sebelum penempatan
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang
dipekerjakan atau ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman
terhadap kesehatan yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan
pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu,
seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna apabila
terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah sekian lama bekerja.
b. Pemeriksaan
kesehatan berkala
Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya
dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum
penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan
pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang jelas.
Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ
dan sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat
kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat penting bagi
tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang pemerikaan radiologis
dada (foto thorax) penting untuk mendeteksi tenaga kerja yang berisiko
menderita pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu.