BAB. 4.
ENGLISH
BAHASA INDONESIA
ANALISIS RISIKO DAN PENGENDALIAN RESIKO.
A. ANALISIS RESIKO.
Menurut
Tarwaka (2008), potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan
terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan, atau bahkan dapatmenyebabkan
kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.
Pengelompokan
potensi bahaya berdasar kategori umum:
1. Hazardous Substances – potensi bahaya dari bahan
berbahaya.
2. Pressure Hazards – potensi bahaya udara
bertekanan.
3. Thermal Hazards – potensi bahaya udara panas.
4. Electrical Hazards – potensi bahaya kelistrikan.
5. Mechanical Hazards – potensi bahaya mekanik.
6. Gravitational and Acceleration Hazards –
potensi bahaya gravitasi dan akselerasi.
7. Radiation Hazards – potensi bahaya radiasi.
8. Microbiological Hazards – potensi bahaya mikrobiologi.
9. Vibration and Noise Hazards – potensi bhy
kebisingan & vibrasi.
10. Hazards relating to human Factors –
potensi bahaya ergonomic.
11. Enviromental Hazards –
potensi bahaya lingkungan kerja.
12. Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas produk dan jasa,
proses produksi, properti, image publik, dll.
Menurut
Ramli (2009), bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atas tindakan yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau
gangguan lainnya.
1. Jenis bahaya yaitu:
a. Bahaya mekanis.
b. Bahaya listrik.
c. Bahaya kimiawi.
d. Bahaya fisis.
e. Bahaya biologis.
2. Sumber bahaya yaitu:
a. Bahan eksplosif.
b. Bahan yang mengoksidasi.
c. Bahan yang mudah terbakar.
d. Bahan beracun.
e. Bahan korosif.
f. Bahan radioaktif.
3.Teknik
identifikasi bahaya yaitu:
a. Teknik pasif.
b. Teknik semi proaktif,
c. Teknik proaktif,
4. Identifikasi sumber bahaya, dilakukan dengan mempertimbangkan
sebagai berikut:
a. Kondisi dan kejadian yg dpt menimbulkan potensi bahaya.
b. Jenis kecelakaan dan PAK yg mungkin dpt terjadi.
5. Kegiatan identifikasi bahaya yaitu:
a. Konsultasi dengan orang yg berpengalaman
b. Pemeriksaan fisik lingkungan kerja
c. Mencatat cidera dan sakit pada insiden waktu yang lalu
d. Informasi identifikasi bahaya, penelitian, dan nasihat dari para
ahli
e. Analisis tugas untuk identifikasi bahaya
f. Sistem formal analisa bahaya, misal Hazard
6. Kegunaan
identifikasi bahaya yaitu:
a. Untuk mengetahui bahaya-bahaya yang ada.
b. Untuk mengetahui potensi bahaya tersebut, baik akibat maupun
frekuensi terjadinya.
c. Untuk mengetahui lokasi bahaya.
d. Untuk menunjukkan bahwa bahaya-bahaya tersebut telah dapat memberikan
perlindungan.
e. Untuk menunjukkan bahwa bahaya tertentu tidak akan menimbulkan akibat
kecelakaan. sehingga tidak diberikan perlindungan.
f. Untuk analisa lebih lanjut.
Contoh teknik mengidentifikasi bahaya sebagai kerikut:
a. Berjalanlah berkeliling dan perhatikan hal-hal yang dapat menjadi sumber
kecelakaan.
b. Jangan hiraukan hal-hal yang sepele, pusatkan perhatian pada sesuatu
yang dapat menyebabkan insiden serius.
c. Tanyakan kepada pekerja mengenai pendapat mereka tentang bahaya dari
pekerjaan yang dilakukan.
d. Cermati instruksi kerja yang dibuat oleh pabrik.
e. Pelajari catatan insiden dan catatan kesehatan pekerja di tempat tersebut.
f. Pelajari hasil temuan inspeksi terdahulu.
g. Lakukan pengamatan, terutama pada sumber-sumber energi.
h. Cermati semua jenis pekerjaan yang ada di lokasi tersebut.
i. Pertimbangkan keberadaan orang lain yang tidak selalu berada di lokasi
tersebut.
j. Perkirakan semua orang yang dimungkinkan bisa terluka akibat dari kegiatan
di lokasi tersebut.
k. Dari setiap bahaya yang teridentifikasi, perhatikan jumlah orang
dan lamanya terkena paparan bahaya tersebut.
Pokok-pokok
yang harus dicermati dari catatan insiden antara lain:
a. Benda yang menjadi sumber kecelakaan (palu, sling, plat besi, dump
truck, dan lain-lain).
b. Jenis kecelakaan yang terjadi (terjepit, jatuh, tabrakan, dll.).
c. Kondisi tidak standar yang menimbulkan insiden (licin, tajam, sempit,
berdebu, dan lain-lain).
d. Tindakan tidak aman yang menimbulkan insiden (tidak pakai APD,
tidak melaksanakan prosedur, dan lain-lain).
e. Bagian tubuh yang cedera (kepala, tubuh, kaki, tangan, dll.).
f. Seksi-seksi mana yang sering ditemukan penyimpangan / deviasi pada
catatan inspeksi terdahulu,
g. Jenis-jenis deviasi / penyimpangan yang ditemukan dari hasil inspeksi
terdahulu,
h. Daerah-daerah kritis mana yang sering terlepas dari pengawasan supervisor.
B. PENGENDALIAN
RISIKO.
Prinsip
analisa keselamatan dan kesehatan kerja adalah mencari penyebab dari seluruh
tingkat lapisan, dari lapisan umum sampai dengan
pokok penyebabnya dicari secara tuntas, hingga dapat
diketahui penyebab utamanya dan melakukan perbaikan.
Bahaya yang sudah diidentifikasi dan dinilai, maka selanjutnya harus
dilakukan perencanaan pengendalian resiko untuk mengurangi resiko sampai batas
maksimal.
Pengendalian resiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki Pengendalian
(Hirarchy of Control). Hirarki pengedalian resiko adalah suatu
urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian
resiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan.
Hirarki pengendalian resiko terdapat 2 (dua) pendekatan, yaitu:
a.
Long Term Gain.
Pendekatan ”Long Term Gain” yaitu pengendalian berorientasi
jangka panjang dan bersifat Permanen
dimulai dari pengendalian substitusi, eliminasi, rekayasa teknik, isolasi atau
pembatasan, administrasi dan terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat
pelindung diri.
b. Short Term Gain.
Pendekatan ”Short Term Gain”, yaitu pengendalian
berorientasi jangka pendek dan bersifat temporari atau sementara. Pendekatan pengendalian
ini diimplementasikan selama pengendalian yag bersifat lebih permanen belum
dapat diterapkan. Pilihan pengendalian resiko ini dimulai dari penggunaan alat
pelindung diri menuju ke atas sampai dengan substitusi (Tarwaka, 2008).
Rencana pengendalian risiko antara lain:
a. Eliminasi
(Elimination).
Eliminasi merupakan suatu pengendalian resiko yang bersifat permanen
dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama. Eliminasi
dapat dicapai dengan memindahkan obyek kerja atau sistem kerja yang berhubungan
dengan tempat kerja yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau
standar baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang
diperkenankan. Cara pengendalian yang baik dilakukan adalah dengan eliminasi
karena
potensi bahaya dapat ditiadakan.
b. Substitusi (Substitution).
Cara pengendalian substitusi adalah dengan menggantikan bahanbahan
dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang
berbahaya atau yang lebih aman.
c. Rekayasa Teknik (Engineering Control).
Pengendalian rekayasa teknik termasuk merubah struktur obyek kerja
untuk mencegah seseorang terpapar potensi bahaya. Cara pengendalian yang
dilakukan adalah dengan pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan,
pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu
mekanik, pemberian absorber suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan
kebisingan tinggi, dan lain-lain.
d. Isolasi (Isolation).
Cara pengendalian yang dilakukan dengan memisahkan seseorang dari
obyek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat tertutup (control
room) menggunakan remote control.
e. Pengendalian Administrasi (Admistration Control).
Pengendalian yang dilakukan adalah dengan menyediakan suatu sistem
kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya yang
tergantung dari perilaku pekerjanya dan memerlukan pengawasan yang teratur
untuk dipatuhinya pengendalian administrasi ini.
Metode ini meliputi penerimaan tenaga kerja baru sesuai jenis
pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat,
rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja,
pengaturan kembali jadwal kerja, training keahlian dan training K3.
f. Alat Pelindung Diri (Administration Control).
Alat pelindung diri yang digunakan untuk membatasi antara terpaparnya
tubuh dengan potensi bahaya yang diterima oleh tubuh.
Dalam menentukan pengendalian resiko atas bahaya yang kita identifikasi,
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Apakah telah ada control/
pengendalian resiko yang telah lalu? Jika telah ada, apakah kontrol tersebut
telah memadai atau belum? Jika belum memadai, tentukan tindakan pengendalian
baru untuk menghilangkan atau menekan resiko sampai pada tingkat serendah
mungkin.
ü Pengendalian
Teknik antara lain: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan
berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan
ventilasi pergantian udara.
ü Pengendalian
administrasi: mengurangi waktu pajanan, Menyusun peraturan keselamatan dan
kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda-tanda peringatan, membuat
daftar data Bahanbahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan
darurat.
ü Pemantauan
kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan.
¢ Tujuan
pokok keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mencegah dan
mengurangi bahkan menghilangkan kecelakaan kerja. Dengan demikian
keselamatan dan kesehatan kerja tersebut menjadi sangat penting mengingat
akhibat yang ditimbulkan dari adanya kecelakaan kerja. Dalam tindakan
pencegahan kecelakaan kerja harus diletakkan pengertian bahwa kecelakaan
merupakan resiko yang melekat pada setiap proses/kegiatan yang berhubungan
dengan pekerjaan. Pada setiap proses/aktifitas pekerjaan selalu ada resiko
kegagalan (risk of failures). Saat kecelakaan kerja (work accident) terjadi,
seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian (loss), oleh
karena itu
maka sebisa mungkin dan sedini mungkin, kecelakaan / potensi kecelakaan kerja
harus dicegah/ dihilangkan, atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya.
¢ Penanganan
masalah keselamatan kerja harus dilakukan secara serius oleh
seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial namun harus dilakukan
secara menyeluruh. Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan jika mengel
sumber-sumber yang menjadi penyebab kecelakaan kerja atau gejala-gejala yang
mungkin timbul yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja. Langkah
berikutnya adalah menghilangkan, mengamankan, dan mengendalikan sumber sumber
bahaya atau gejala-gejala tersebut.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menghilangkan, mengamankan,
dan mengendalikan sumber-sumber bahaya atau gejala gejala yang dapat
menimbulkan kecelakaan kerja adalah:
a. Peraturan
perundangan.
Peraturan perundangan di Indonesia telah disusun guna melindungi tenaga
kerja terhadap kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh suatu pekerjaaan,
misalnya: UU No.1 Tahun 1970 tentang Kesehatan Kerja.
b. Standarisasi.
Standarisasi merupakan penetapan standar-standar baik resmi maupun
tidak resmi yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan
adanya standar yang telah ditetapkan maka derajat atau baik buruknya kesehatan
dan keselamatan kerja dapat dilihat berdasarkan pemenuhan standar tersebut.
c. Inspeksi.
Inspeksi atau pemeriksaan merupakan kegiatan yang bersifat pembuktian
apakah tempat kerja sudah sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang
berlaku. Kegitan ini meliputi pemeriksaan, kalibrasi terhadap peralatan yang
digunakan di tempat kerja.
d. Riset
teknis.
Riset teknis ini ditujukan untuk mendapatkan data, sifat-sifat,
dan ciriciri bahan yang berbahaya, penyelidikan terhadap pagar pengaman, pengujian
perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan, serta penelitian
teknis lainnya.
e. Riset medis.
Riset medis ditujukan untuk mendapatkan data tentang efek.psikologis,
patologis, faktor-faktor lingkungan, serta keadaan fisik yang mengakibatkan
kecelakaan kerja.
f. Riset psikologis.
Riset psikologis ditujukan untuk mengetahui pola-pola kejiwaan
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
g. Riset statistic.
Riset statistik ditujukan untuk mendapatkan data tentang
kecelakaan kerja yang terjadi baik menyangkut jenis, frekwensi, personal,
penyebab, serta hal lain yang terkait dengan kecelakaan kerja.
h. Pendidikan.
Pendidikan sebagai wahana untuk menyampaikan materi tentang kesehatan
dan keselamatan kerja yang dapat dilakukan secar formal dan non formal atau
bisa juga dalam bentuk seminar, workshop, maupun demonstrasi.
i. Latihan.
Latihan ini difokuskan pada tenaga kerja baru yang belum mempunyai
banyak pengalaman terhadap jenis pekerjaan dan lingkungan kerja yang akan dihadapinya.
j. Persuasi.
Persuasi merupakan suatu cara penyuluhan atau pendekatan di bidang
kesehatan dan keselamatan kerja untuk menimbulkan sikap mengutamakankeselamatan
tanpa adanya pemaksaan.
k. Asuransi.
Asuransi/insentif financial ini ditujukan untuk meningkat-kan
pencegahan kecelakaan kerja. Perusahaan yang telah mememnuhi peraturan
perundangan dan standar keselamatan kerja akan membayar premi asuaransi yang
lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memenuhi peraturan perundangan
dan standar keselamatan kerja.
l. Implementasi.
Implementasi yang dimaksud adalah penerapan langkah-langkah yang telah
diuraikan di atas pada tempat kerja.
m. Teknis.
ü Eliminasi
: penghilangan sumber bahaya.
ü Subtitusi
: mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya.
ü Isolasi
: proses kerja yang berbahaya disendirikan.
ü Enclosing
: mengurung / memagari sumber bahaya.
ü Ventilasi.
ü Maintenance.
n. Administrasi.
ü Monitoring
lingkungan kerja.
ü Pendidikan
dan pelatihan.
ü Labelling.
ü Pemeriksaan
Kesehatan.
ü Rotasi
kerja.
ü Housekeeping:
5S.
ü Sanitasi
yang bersih dan penyediaan fasilitas Kesehatan.
o. Supervisi.
ü Lakukan
review terhadap prosedur pengawasan pekerjaan secara menyeluruh,
ü Lakukan
review terhadap kompetensi para Pengawas dalam melakukan pengawasan pekerjaan
melalui Ijin Kerja dan Audit Lapangan.
ü Penegasan
tugas Manajer Konstruksi sebagai penanggung jawab tunggal dan yang berhak menyetujui
Ijin Kerja.
p. Kontrol
pekerjaan.
1) Merevisi sistem Ijin Kerja yang akan memastikan adanya verifikasi
pada akhir jam kerja.
2) Penilaian resiko harus dilakukan (lagi) dan disetujui, jika terjadi
perubahan pekerjaan.
q. Budaya
dan motivasi karyawan/tim.
ü Kembangkan
budaya untuk menghentikan pekerjaan apabila tidak selamat.
ü Review
tim kerja yang sudah lama bersama, karena cenderung menimbulkan rasa percaya
diri yang berlebihan.
Mencegah & menanggulangi kecelakaan yg lain:
1. Pencegahan kecelakaan.
a. Menerapkan
peraturan perundangan dengan penuh disiplin.
b. Menerapkan standarisasi kerja yang telah digunakan secara resmi.
c. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui
apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan barunya, baik secara
fisik maupun mental.
d. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah
faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja.
e. Melakukan pengawasan dengan baik.
f. Memasang tanda-tanda peringatan.
g. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat.
h. Pemasangan label dan tanda peringatan.
i. Pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan harus sesuai dengan ketentuan
dan aturan yang ada.
j. Simpanlah
bahan-bahan berbahaya di tempat yang memenuhi syarat keamanan bagi penyimpanan
bahan tersebut.
k.Pendidikan
tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para buruh secara
kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.
l. Penggunaan
pakaian pelindung.
m. Isolasi
terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses pencampuran
bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat bising.
n.Pengaturan
ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan
keluar.
o.Substitusi
bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak
berbahaya sama sekali.
p.Pengadaan
ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan
kebutuhan.
2. Penanggulangan Kecelakaan.
a. Penanggulangan kebakaran.
ü Jangan
membuang puntung rokok yang masih menyala di tempat yang mengandung bahan yang
mudah terbakar.
ü Hindarkan
sumber-sumber menyala di tempat terbuka.
ü Hindari
awan debu yang mudah meledak
b. Penanggulangan Kebakaran Akibat Instalasi Listrik dan Petir.
ü Buat
instalasi listrik sesuai dengan aturan yang berlaku.
ü Gunakan
sekering/MCB sesuai dengan ukuran yang diperlukan.
ü Gunakan
kabel yang berstandar keamanan yang baik.
ü Ganti
kabel yang telah usang atau cacat pd instalasi atau peralatan listrik lain.
ü Hindari
percabangan sambungan antar rumah.
ü Lakukan
pengukuran kontinuitas penghantar, tahanan isolasi, dan tahanan pentanahan
secara berkala.
ü Gunakan
instalasi penyalur petir sesuai standar.
c. Penanggulangan
kecelakaan di dalam lift.
ü Pasang
rambu-rambu dan petunjuk yang mudah dibaca oleh pengguna jika terjadi keadaan
darurat.
ü Jangan
memberi muatan lift melebihi kapasitasnya.
ü Jangan
membawa sumber api terbuka di dalam lift.
ü Jangan
merokok dan membuang puntung rokok di dalam lift.
ü Jika
terjadi pemutusan aliran listrik, maka lift akan berhenti di lantai terdekat
dan pintu lift. segera terbuka sesaat setelah berhenti. Segera keluar dari lift
dengan hati-hati.
d. Penanggulangan Kecelakaan terhadap Zat Berbahaya.
Zat berbahaya adalah bahan-bahan yang selama pembuatannya, pengolahannya, pengangkutannya, penyim-panannya dan
penggunaannya menimbulkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi, mati lemas,
keracunan dan bahaya-bahaya lainnya terhadap gangguan kesehatan orang yang bersangkutan
dengannya atau menyebabkan kerusakan benda atau harta
kekayaan.
3. Pendekatan
keselamatan lain.
a. Perencanaan.
Keselamatan kerja hendaknya sudah diperhitungkan sejak tahap perencanaan
berdirinya organisasi (sekolah, kantor, industri, perusahaan).
Hal-hal yang perlu diperhitungkan antara lain: lokasi, fasilitas penyimpanan, tempat
pengolahan, pembuangan limbah, penerangan dan sebagainya.
b. Ketatarumahtanggaan
yang baik dan teratur:
ü Menempatkan barang-barang
di tempat yang semestinya, tidak menempatkan barang di tempat yang digunakan
untuk lalu lintas orang dan jalur-jalur yang digunakan untuk penyelamatan
darurat.
ü Menjaga kebersihan
lingkungan dari bahan berbahaya, misalnya hindari tumpahan oli pada lantai atau
jalur lalu lintas pejalan kaki.
c. Pakaian
kerja
ü Hindari pakaian yang
terlalu longgar, banyak tali, baju berdasi, baju sobek, kunci/ gelang berantai,
jika anda bekerja dengan barabg-barang yang berputar atau mesin-mesin yang bergerak
misalnya mesin penggiling, mesin pintal.
ü Hindari pakaian dari bahan
seluloid jika anda bekerja dengan bahanbahan yang mudah meledak atau mudah
terbakar.
ü Hindari membawa atau
menyimpan di kantong baju barang-barang yang runcing, benda tajam, bahan yang
mudah meledak, dan atau cairan yang mudah terbakar.
d. Peralatan
Perlindungan Diri.
ü Kacamata.
Gunakan kacamata yang sesuai dengan pekerjaan yang anda tangani, misalnya untuk
pekerjaan
las diperlukan kacamata dengan kaca yang dapat menyaring sinar las, kacamata
renang
digunakan untuk melindungi mata dari air dan zat berbahaya yang terkandung di
dalam air.
ü Sepatu
Gunakan sepatu yang dapat melindungi kaki dari berat yang menimpa kaki, paku
atau benda
tajamlain, benda pijar, dan asam yang mungkin terinjak. Sepatu untuk pekerja kelistrikan
harus
berbahan non-konduktor atau isolator, tanpa paku logam.
ü Sarung tangan.
Gunakan sarung tangan yang tidak menghalangi gerak jari dan tangan. Pillih
sarung tangan
dengan bahan yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditangani, misalnya sarung
tangan
untuk melindungi diri dari tusukan atau sayata, bahan kimia berbahaya, panas,
sengatan listrik
atau radiasi tertentu, berbeda bahannya.
ü Helm pengaman.
Gunakan topi yang dapat melindungi kepala dar tertimpa benda jatuh atau benda
lain yang
bergerak, tetapi tetap ringan.
ü Alat pelindung telinga.
Untuk melindungi pekerja dari kebisingan, benda bergerak, percikan bahan
berbahaya.
ü Alat pelindung paru-paru.
Untuk melindungi pekerja dari bahaya polusi udara, gas beracun, atau
kemungkinan.
ü Alat pelindung lainnya.
Seperti tali pengaman untuk melindungi pekerja dari kemungkinan
terjatuh.