Minggu, 08 Oktober 2023

AMDAL

 

6. ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN. ( AMDAL ).


ENGLISH


BAHASA INDONESIA

 A. PENDAHULUAN.


Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu sistem yang terdiri darilingkungan sosial (sociosystem), lingkungan buatan (technosystem) dan lingkungan alam (ecosystem) dimana ke tiga sub sistem ini saling berinteraksi (saling mempengaruhi). Ketahanan masing-masing subsistem ini akan meningkatkan kondisi seimbang dan ketahanan lingkungan hidup, dimana kondisi ini akan memberikan jaminan suatu yang berkelanjutan yang tentunya akan memberikan peningkatan kualitas hidup setiap makhluk hidup di dalamnya.

 

B. AMDAL.

¢ Analisis Mengenani Dampak Lingkungan (AMDAL) diperkenalkan pertama kali tahun 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27/1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.


¢ Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin.


¢ Dokumen AMDAL terdiri dari:

1) Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL).

2) Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL).

3) Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL).

4) Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).

 

C. PENANGANAN LIMBAH CAIR

1. Pengertian Limbah Cair Menurut Kepmen Lingkungan Hidup Nomor: KEP- 51/MENLH/10/1 995 yang dimaksud limbah cair adalah keadaan limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Limbah cair berupa air yang telah tercemari oleh bahan pencemar. Pencemar air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Mutu limbah cair ditetapkan dengan pengertian: mutu limbah cair yang dibuang ke dalam air pada sumber air tidak melampaui baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan dan tidak mengakibatkan turunnya kualitas penerima limbah.

 

1. Pengertian Limbah Cair Secara sederhana limbah cair dapat berasal dari sumber domestic dan sumber industri.


a. Air buangan.

b. Air buangan domestic.

c. Air buangan industri pangan.

 

2. Penanganan Air Limbah.

Cara pengolahan limbah cair umumnya dilakukan melalui dua cara yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Pengolahan primer ditujukan untuk memisahkan padatan dari cairannya, baik padatan berukuran besar, kecil, maupun koloid. Pengolahan sekunder digunakan sebagai pengolahan limbah cair lanjutan.

a. Pengendapan Biasa (sedimentasi).

b. Penggumpalan Kimiawi (chemical coagulation).

c. Penyaringan (filter).

 

1) Pasir penyaring lambat ( slow sand filters).

2) Pasir penyaring cepat ( rapid sand gravity filters).

3) Pasir penyaring dengan tekanan ( presure sand filters).

4) Penyaringan Cochrane.


6
D. PENGGUMPALAN BIOLOGIS.

¢ Pengolahan sekunder antara lain trickling filter (saringan biologis), activated sludge, pond, dan lagoon. Trickling filter berfungsi agar pencampuran antara air limbah dan mikrobia yang mampu mencerna air limbah tersebut berlangsung dengan baik. Alat ini memanfaatkan pecahan batu karang atau cadas sebagai media pertumbuhan mikrobia secara aerob (mikrobia bersama-sama air limbah) atau dapat juga dengan cara menginokulasi mikrobia yang sesuai.
Oksidasi polutan organik terjadi pada saringan tersebut, sehingga secara bertahap mampu mengurangi BOD dari air limbah hingga sekitar 50%-90%. Bagan skematisnya seperti berikut ini.

Bagan skematis Trickling filter berikut ini:

Gambar 1. Trickling Filter 

E. PENGUJIAN FISIKA AIR.

¢ Warna air (apparent colour) Warna air artinya warna dari air yang telah dihilangkan penyebab kekeruhannya. Sedangkan warna air sebenarnya (apparent colour) termasuk pula warna yang disebabkan oleh bahan-bahan dalam larutan dan bahan-bahan tersuspensi. Jadi apparent colour adalah warna air sebelum dilakukan filtrasi atau sentrifugasi. Warna air dapat ditentukan dengan membandingkan visual dari sampel dengan larutan warna standar (yang sudah diketahui konsentrasinya) dengan menggunakan komparator (platinum cobalt atau pengukuran tintometer).
¢ Bau dan rasa (tidak berbau, tidak berasa) Bau dan rasa untuk air murni tidak ada artinya air murni tidak berbau dan tidak berasa. Air yang telah dimasak dapat berbau tanah liat, amis, jamuran, klorin atau bau-bau lainnya yang menyerupai bau sayur-sayuran. Jadi air yang bersih tidak dijumpai bau-bau tersebut, adanya bau dan rasa pada air menandakan adanya polutan. Untuk mengukur bau dan rasa dilakukan pengujian sensoris.

¢ Kekeruhan (bervariasi sangat keruh sampai sedikit keruh) Kekeruhan yang terjadi dalam air sangat bervariasi dari sangat keruh sampai sedikit keruh. Untuk mengukur kekeruhan digunakan fuller’s earth, satu unit kekeruhan sama dengan 1 mg/liter dari fuller's earth pada kondisi yang telah ditetapkan.

 

F. PENGUJIAN KIMIA AIR.

Pengujian kimia air meliputi:

v  Total padatan.

v  Bahan organic.

v  Kesadahan.

v  Alkalinitas.

v  Asiditas.

v  Nitrogen.

v  Klorida.

v  Sulfat.

v  Oksigen yang meliputi :

a.        Biochemical Oxygen Demand (B.O.D).

b.       Chemical Oxygen Demand (C.O.D).

 

G. PENGUJIAN MIKROBIOLOGI AIR.

Analisis mikrobiologis dilakukan dengan cara:

v  Total plate count.

v  Uji Coliform.

v  Uji Streptococcus faecalis.

v  Uji Clostridium Welchii.

 

Dalam keadaan istimewa, mungkin diperlukan untuk menguji adanya mikrobia yang mampu mereduksi sulfat organik dan besi serta bakteri sulfur dan bakteri lain. Uji total plate count dilakukan untuk menentukan kemurnian air secara umum dan untuk tujuan-tujuan penanganan/pengolahan air. Mikrobia yang berasal dari tinja seperti Escherichia coli, Streptococcus faecalis, dan beberapa spesies Chlostridium dapat digunakan sebagai indikasi adanya polusi.

 

Minggu, 01 Oktober 2023

ERGONOMI DAN ANTHROPOMETRI

 

BAGIAN 7

ERGONOMI DAN ANTHROPOMETRI

BAHASA INDONESIA


ENGLISH



 

A. PENGERTIAN ERGONOMI.


¢ Ergos (kerja) + nomos (hukum).

¢ Definisi ergonomi menurut Woodside dan Kocurek (1997) adalah kajian yang intergral antara pekerja, pekerjaan, alat, tempat dan lingkungan kerja, yaitu lingkungan dimana pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan aman dan nyaman.

¢ Menurut Charpanis (1985) yang dikutip oleh Sanders mengatakan Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, keterbatasan,
dan karakteristik manusia lainnya untuk merancang alat, mesin, pekerjaan, sistem kerja, dan lingkungan sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu produktif, efektif, aman dan
menyenangkan.

Menurut Sanders dan Mc. Cormick (1987), mendefinisikan ergonomi (Human Factors) dengan  Pendekatan 3 unsur, yaitu:

1. Fokus ergonomic adalah interaksi manusia dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur, dan
lingkungan kerja maupun tempat tinggal. Dalam perancangan dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur, dan lingkungan masalah kapabilitas, keterbatasan, dan kebutuhan manusia menjadi pertimbangan utama.

2. Tujuan utama ergonomic ada dua. (a). meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam bekerja,
termasuk disini bagaimana penggunaan alat yang nyaman, menggurangi kesalahan, dan meningkatkan produktivitas. (b). adalah mengembangkan keselamatan, mengurangi kelelahan dan stress, penggunaan yang menyenangkan, meningkatkan kepuasan kerja dan meningkatkan kualitas hidup.

3. Pendekatan ergonomic ialah secara sistematis mengaplikasikan informasi yang relevan tentang kapasitas manusia, keterbatasan, karakteristik, tingka laku, motivasi untuk mendisain prosedur dan lingkungan yang mereka gunakan.


B. KENYAMANAN.

¢ Pada saat bekerja terjadi interaksi antara pekerja dengan mesin dan lingkungan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Acmadi (1990) menyatakan bahwa pekerjaan maupun lingkungan merupakan paparan yang menjadi beban bagi pekerja, setiap beban akan menimbulkan ketegangan (stresses) dan regangan (strain), sehingga menimbulkan reaksi bagi pekerja berupa rasa nyaman atau tidak nyaman.

¢ Paparan:

a. Fisik: suhu, tekanan, suara, pencahayaan, radiasi, getaran.

b. Kimia: debu, uap, larutan.

c. Psikososial: hubungan kerja, sistem manajemen.

d. Ergonomis: desain alat, lay out, metoda kerja (Trisnaningsih:1990).

¢ Nyaman dapat berarti segar, sehat, dan badan terasa enak (KBBI).

¢ Pengukuran kenyamanan dapat dilakukan dari perasaan tidak nyaman.

(Suma`mur:1992) terhadap paparan yang diterima pekerja, yaitu berupa keluhan rasa tidak nyaman atau rasa tidak enak pada bagian tubuh akibat paparan yang diterima. Keluhan rasa tidak nyaman dapat berupa rasa lelah, pegal, nyeri, memar, lecet, dan sebagainya, pada bagian tubuh pekerja saat bekerja menggunakan alat.

Bagian tubuh yang mengalami ketidak nyamanan.

Bagian tubuh yang mengalami ketidak nyamanan digambarkan dalam Body Area Discomfort (BAD), bagian tubuh tersebut antara lain leher/tengkuk (neck), bahu/pundak (shoulder), siku
(elbow), lengan (forearm), tangan/pergelangan (hand/wrist), jari (fingers), punggung atas (upper back), punggung bawah (low back), paha (thigh), lutut (knee), kaki bawah (low leg) dan
persendian kaki/ kaki (ankle/foot).


 
Gambar 7.1. Bagian-bagian tubuh yang peka mengalami ketidak nyamanan.

 

C. SISTEM MANUSIA – MESIN.

¢ Walaupun perkembangan teknologi produksi berkembang cepat namun faktor manusia tetap signifikan dalam menentukan produktivitas. Pada industri manufaktur maupun industri pelayanan peran manusia masih diandalkan sebagai komponen dalam proses produksi (Wignjosoebroto:
2000).

¢ Manusia merupakan komponen dalam sistem manusia-mesin, kedua elemen produksi tersebut saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukan. Proses interaksi manusiamesin diilustrasikan oleh Sander dan Mc.Cormick (1987) pada gambar sebagai berikut. Manusia memperoleh masukan (input) dengan melihat atau mendengar (sensing) dari display mesin, informasi tersebut diproses di otak, kemudian otak memutuskan untuk melakukan reaksi melakukan kontrol mesin, kontrol tersebut membuat mesin dapat beroperasi, mesin dipasang display untuk menginformasikan bahwa mesin sedang operasi, proses sudah selesai atau mati. Beroperasinya mesin akan memproses masukan menjadi keluaran, proses tersebut
terjadi pada lingkungan kerja.

 


Gambar 7.2. Sistem manusia–mesin (Sander & Mc.Cormick, 1987: 14)

Hubungan mesin-manusia dikelompokkan menjadi:

1. Sistem manual:

Pada sistem ini input akan langsung menjadi output. Alat tangan berfungsi untuk menambah kemampuan atau kapabilitas dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan padanya. Manusia berfungsi sebagai sumber tenaga dan kendali operasi.

2. Sistem mekanik:

Sistem ini sering disebut semi otomatis. Pada sistem ini tenaga dan beberapa fungsi lain diganti mesin. Manusia memberi respon melalui sistem kontrol untuk mengoperasikan mesin. Mesin beroperasi dengan kendali manusia.

3. Sistem otomatis:

Pada sistem otomatis mesin mampu melaksanakan semua fungsi mulai sensor, pengambilan keputusan maupun aksi. Manusia bertugas memonitor agar mesin dapat bekerja dengan baik,
memasukkan data atau mengganti program baru bila diperlukan.

 


 

Gambar 7.3. Beberapa contoh alat kontrol manual (mekanik).

D. PENGERTIAN ANTHROPOMETRI.

¢ Dalam proses produksi terjadi interaksi manusia dengan mesin.

Interaksi tersebut akan harmonis dan serasi bila mesin tersebut didesain sesuai dengan karakteristik manusia yang menggunakan mesin, untuk itu seorang desainer perlu informasi tentang dimensi tubuh manusia. Ilmu tentang pengukuran dimensi tubuh manusia
disebut anthropometri.

¢ Antropometri berasal dari kata “ anthro” yang berarti manusia dan “metry” yang berarti ukuran.

Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Wignjosoebroto (2000). Hughes (2002) mendefinisikan antropometri sebagai ilmu mengukur dan mengoleksi data karakteristik fisik dan aplikasinya untuk desain dan
evaluasi sistem, peralatan, produk manufaktur, fasilitas dan lingkungan manusia.

Faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia (Winjosoebroto).

1. Usia:

Ukuran tubuh akan berkembang seiring dengan pertambahan usianya. Usia 0 sampai 20 tahun merupakan usia berkembang, 20 sampai 40 relatif tetap dan usia 40 tahun ke atas cenderung
menyusut.
2. Jenis kelamin:

Dimensi tubuh laki-laki pada umumnya lebih besar dari pada wanita kecuali bagian tubuh tertentu seperti pinggul.

3. Suku bangsa:

Setiap suku bangsa ataupun kelompok ethnik akan memiliki karakteristis tubuh yang berbeda satu dengan yang lain.

Prinsip dasar penerapan antropometri dalam desain yang ergonomis:

1. Desain untuk individual yang ekstrim (maksimal dan minimal) Contoh: tinggi pintu gunakan ukuran tinggi maksimal manusia Untuk perencanaan gaya operasional alat kontrol gunakan ekstrim minimal.

2. Desain untuk rata-rata manusia.

Pendekatan rata-rata ini mudah dan murah, namun mempunyai kelemahan yang sangat besar karena hanya “setengah populasi” yang mampu mengoperasikan.

3. Desain yang dapat disetel.

Desain ini sangat baik, karena 95% populasi mampu mengoperasikan alat tersebut, tetapi kelemahannya membutuhkan biaya yang mahal.

4. Desain untuk individu.

Desain ini dibuat untuk seorang individu yang datanya digunakan untuk mendesain. Desain ini paling ideal untuk individu tersebut tetapi tidak nyaman digunakan orang lain.

Anthropometri dikelompokkan menjadi dua (Pulat :1992, Sanders dan Mc. Cormick: 1987, Woodside dan Kucurek 1997, Hughes 2002) :

1. Anthropometri statis atau structural merupakan ukuran bodi pada kondisi tidak bergerak, posisi standar baik posisi berdiri maupun duduk.

2. Antropometri dinamis atau fungsional merupakan ukuran bodi/tubuh saat melakukan aktivitas kerja di suatu lingkungan kerja.

Berdasarkan data dari antropometri kita dapat melakukan desain stasiun kerja. Contoh tinggi meja kerja untuk pekerjaan yang membutuhan tenaga otot tangan di bawah pusar, tinggi meja kerja yang membutuhkan tenaga otot sedang setara pusar, sedangkan yang membutuhkan ketelitian tinggi meja kerja di atas pusar.

 


Gambar 7.4. Tinggi meja kerja sesuai dengan jenis pekerjaan (ILO, 2010).

 


Gambar 7.5. Jangkauan tangan saat bekerja (ILO, 2010).

E. MEMILIH & MENDESAIN ALAT TANGAN YANG ERGONOMI.

¢ Perkembangan teknologi memungkinkan alat-alat tangan diproduksi secara massal untuk memenuhi kebutuhan sesaat, banyak alat-alat tangan diproduksi tanpa pertimbangan faktor manusia sebagai pengguna alat tersebut, sehingga setelah digunakan potensial menimbulkan gangguan kesehatan pada penggunanya. Gangguan tersebut dapat lecet, terjepit, terpukul, terpotong, terkilir maupun komulatif trauma.

¢ Pemilihan alat yang ergonomis merupakan salah satu upaya preventif mencegah terjadinya gangguan kesehatan kerja akibat lingkungan kerja yang kurang ergonomis, sehingga dalam
mendesain alat perlu memperhatikan prinsip ergonomi.

Prinsip mendesain alat tangan yang ergonomis:

1. Buat alat tangan yang ringan dan dapat dibawah dengan satu tangan. Alat yang berat menyebabkan pengguna alat cepat lelah, hal ini dapat menurunkan produktivitas kerja. Alat ringan namun saat membawa alat harus dengan dua tangan akan merepotkan saat
membawa, selain itu efisiensi penggunaan tangan menjadi rendah.

2. Buat alat tangan yang kompak yaitu ringan, mudah dibawah dan disimpan. Alat tangan sering digunakan pada berbagai posisi kerja, dan lokasi kerja sehingga desain harus kompak yaitu ringan dan mudah dibawa. Alat juga harus dapat disimpan dengan baik agar awet, mudah perawatan dan mudah dicari bila ingin menggunakan lagi.

Prinsip mendesain alat tangan yang ergonomis:

3. Buat gagang alat dengan diameter, panjang dan bentuk yang tepat.

Ukuran gagang alat mempengaruhi kenyamanan dan kekuatan genggam. Diameter gagang alat 30-45mm dengan bentuk bulat atau oval, untuk alat presisi diameter 5-12 mm. Panjang gagang
disesuaikan dengan cara memegang saat menggunakan, apakah menggunakan dua tangan atau satu tangan. Panjang gagang tertutup 100 – 125 mm, dan jarak dengan depan 40-60 mm.

 

 


Gambar 7.6. Ukuran gagang tongkat pegangan tangan.

4. Buat gagang yang nyaman dipegang, tidak mudah slip, mempunyai pembatas, mempunyai tahanan panas dan listrik yang tinggi. Gagang dapat dibuat dari kayu, plastic atau karet. Bahan tersebut mempunyai koefisien gesek tinggi sehingga tidak mudah slip, isolator panas maupun listrik yang baik sehingga dapat melindungi pekerja dari kemungkinan kecelakaan saat alat terkena panas atau tersengat listrik. Karet merupakan bahan yang baik untuk pelapis gagang karena elastis sehingga lebih nyaman saat menggenggam, selain itu karet juga mempunyai koefisien gesek dan isolator listrik yang baik. Pembatas pada gagang diperlukan untuk melindungi tangan dari kemungkinan slip dan menimbulkan luka.

 


Gambar 7.7. Gagang pisau dengan pembatas (ILO, 1996).

5. Buat alat pada posisi kerja alami, hindari terjadi deviasi unar maupun radial pada tangan. Deviasi unar maupun radial saat menggunakan alat potensial terjadi teknosinovitis akibat syaraf median (median nerve) luka pada kanal karpi. Terdapat dua model gagang untuk menghindari
hal itu yaitu bentuk segaris (inline) dan bentuk pistol. Contoh gagang dibengkokkan agar posisi tangan alami.


Gambar 7.8. Beberapa desian gagang alat tangan yang dibengkokkan.

5. Pemilihan model gagang berhubungan dengan posisi kerja, untuk posisi vertikal model pistol baik digunakan, tetapi untuk posisi kerja herizontal model gagang in line lebih tepat.

 


Gambar 7.9. Pemilihan model gagang terkait posisi kerja (Marshall, 2003).

6. Buat pegangan segaris dengan sumbuh aksial. Bila pegangan tidak sesumbu maka akan gerak putar dan momen, untuk mengatasi fenomena tersebut tangan melakukan reaksi menyeimbangkan gerak putar sehingga kerja tangan lebih berat.


 

Gambar 7.10. Gerak putar akibat gagang tidak sesumbu (Nurmianto, 1996).

7. Buat alat dengan titik berat sedekat mungkin dengan genggaman untuk mengurangi gerak putar atau momen berlebihan pada tangan yang memegang.

8. Hindari bagian-bagian alat yang mempunyai sudut tajam yang dapat menimbulkan luka tersayat.
9. Buat alat yang memungkinkan digunakan dengan tangan kiri atau kanan, digunakan oleh laki-laki atau perempuan. Terdapat 8% -10% orang kidal dan 50 % perempuan.

10. Hindari penekanan pada jaringan sensitif. Beberapa desain alat saat digunakan menyebabkan terjadi penekanan pada daerah sensitif tekanan seperti syaraf, aliran darah, khususnya alteri unar dan radial. Mengatasi hal tersebut maka permukaan kontak diperluas dan memindahkan tekanan pada daerah kurang sensitive yaitu di daerah antara ibu jari dan jari telunjuk.

 


Gambar 7.11. Penekanan pada daerah sensitive (Marshall, 2003).

11. Buat alat tangan dengan tenaga untuk mengoperasikan serendah mungkin. Tenaga mengoperasikan alat yang rendah memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih presisi, nyaman,
waktu istirahat kecil dan produktif.

12. Buat alat tangan dengan pegas penyeimbang (spring balance), sehingga pekerja tidak perlu selalu memegang saat memindahkan alat setelah menggunakan alat dan alat kembali pada posisi semula. Dengan demikian tenaga membawah alat dapat direduksi dan alat dapat dengan cepat ditemukan saat menggunakan lagi.

 

F. MEMAHAMI EKONOMI GERAK ERGONOMI.

¢ Gerakan yang dilakukan pekerja ada kalanya sudah tepat namun ada pula gerak yang tidak perlu (Sutalaksana, dkk: 1980). Gerak tidak perlu pemborosan tenaga dan energi, untuk itu perlu kita hilangkan agar tidak memperlambat waktu produksi.

¢ Dalam mendesain alat, lay out maupun metode kerja perlu pertimbangan ekonomi gerak, agar tercipta alat lay out maupun metode kerja yang mampu mengeleminir gerakan yang tidak perlu,
mengkombinasikan gerak menjadi lebih efektif dan menyederhanakan kegiatan sehingga kebutuhan energi minimal.

Prinsip ekonomi gerak dari Mandel (1994):

1. Eliminasi kegiatan:

a. Eliminasi semua kegiatan/ aktivitas atau gerakan yang tidak perlu.

b. Eliminasi kondisi yang tidak beraturan dalam setiap kegiatan, dengan meletakkan fasilitas dan matrial pada tempat yang tetap.

c. Eliminasi penggunaan tenaga otor pada kegiatan statis.

d. Eliminasi waktu kosong atau menunggu.

2. Kombinasi gerak atau aktifitas kerja:

a. Ganti gerakan pendek, terputus, berubah arah menjadi kontinyu, tidak patah patah.
b. Kombinasikan beberapa gerakan yang mampu ditangani dengan desain peralatan kerja.
c. Distribusikan kegiatan dengan membuat keseimbangan kerja kedua tangan.

3. Penyederhanaan kegiatan:

a. Laksanakan setiap kegiatan/aktivitas kerja dengan prinsip kebutuhan energi otot yang digunakan minimal.

b. Kurangi kegiatan mencari obyek kerja (peralatan, material) dengan meletakkan pada tempat yang tidak berubah-ubah.

c. Letakkan fasilitas kerja pada jangkauan tangan yang normal.

d. Sesuaikan letak komponen sesuai dimensi tubuh manusia.

Prinsip ekonomi gerak dihubungkan dengan tubuh manusia dan Gerakan gerakannya (Sutalaksana, dkk :1980), antara lain:
1. Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakiri gerakan pada saat yang sama.
2. Kedua tangan sebaliknya tidak mengganggur pada saat yang sama.
3. Gerakan tangan akan lebih mudah bila satu terhadap yang lain simetris dan berlawanan.
4. Gerakan tangan dan badan sebaiknya dihemat.
5. Sebaiknya pekerja dapat memanfaatkan momentum untuk membantu pekerjaannya.
6. Gerak patah-patah dan berubah arah akan memperlambat gerak.
7. Pekerjaan sebaiknya dirancang semuda-mudahnya.
8. Sebaiknya irama kerja mengikuti irama yang alami bagi pekerjanya.
9. Usahakan sedikit mungkin gerakan mata.

Minggu, 24 September 2023

KEBAKARAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

 


ENGLISH

BAHASA INDONESIA


PEMADAM KEBAKARAN.

A. DEFINISI KEBAKARAN.
¢ Kebakaran adalah api yang tidak terkendali.
¢ Kebakaran terjadi karena ada 3 unsur yang bertemu, yaitu unsur:
1. Bahan bakar à Bahan yang mudah terbakar misalnya BBM.
2. Udara ( O2 ) à Oksigen atau O2.
3. Titik nyala à Suhu saat bahan bakar mulai terbakar misalnya dalam derajat Celcius °C.

¢ Hubungan ketiga unsur kebakaran.



Gambar 5.1 Tiga Unsur Kebakaran

 

¢ Kebakaran hanya terjadi jika ketiga unsur tersebut bertemu.

 

1. BAHAN BAKAR.

 

a. Bahan Bakar Padat.
Bahan bakar padat adalah bahan yang mudah terbakar dalam bentuk padat. Cara penanganan kebakaran pada bahan padat relatif lebih mudah dari pada bahan bakar cair dan gas karena bahan
jenis ini relatif lebih mudah dipisahkan dengan unsur kebakaran lainnya.

Tabel 5.1 Bahan Bakar Padat


Nama bahan bakar.
1. Belerang.
2. Fosfor.
3. Seng.
4. Alumunium.
5. Magnesium.


b. Bahan Bakar Cair.
Bahan bakar cair merupakan bahan yang cukup sulit untuk ditangani, apalagi yang bersifat
korosif, mudah meledak dan mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari air. Bahan ini harus diwaspadai dan ditangani dengan baik mulai dari proses pembuatan, pengemasan,
pendistribusian, sampai penyimpanannya.

Tabel 5.2 Bahan Bakar Cair.

Nama Zat Cair. Dan Rumus Kimianya.
1. Eter ROR atau (C2H5)2O.
2. Benzena C6H6.
3. Aseton CH3COCH3.
4. Metanol/spiritus CH3OH.
5. Ester RCOOR.
6. Karbon disulfida CS2.
7. Asetaldehid CH3CHO.
8. Asam asetat CH3COOH.
9. Petroleum C8H18.


c. Bahan Bakar Gas.
Bahan bakar gas merupakan bahan yang sangat berbahaya, karena bahan ini mudah meledak, jika terjadi peningkatan suhu, peningkatan tekanan, dan terkena benturan. Gas yang dipasarkan dikemas di dalam tabung gas. Spesifikasi tabung harus memenuhi standar industri agar aman
ketika disimpan. Pada saat diangkut dan disimpan harus dalam posisi tegak, hal ini dimaksudkan jika terjadi ledakan, lontaran katup tabung ke arah atas sehingga tidak mengenai orang di
sekitarnya.

Tabel 5.3. Bahan Bakar Gas.

Nama Zat Cair dan Rumus Kimianya.
1. Gas alam Komponen utama CH4.
2. Asetilen C2H2.
3. Hidrogen H2.
4. Etilen Oksida C2H4O.
5. Metana CH4.
6. Karbon Monoksida CO.
7. Butana CH3CH2CH2CH3.

2. UDARA (O2).

¢ Udara adalah zat yang berbentuk gas yang tersedia di alam dalam jumlah yang tidak terbatas. Udara mengandung berbagai macam gas, diantaranya yang cukup besar adalah Nitrogen dan Oksigen.
Oksigen termasuk bagian dari Segitiga kebakaran, sehingga gas ini merupakan bagian yang cukup penting dalam proses kebakaran.
¢ Sebenarnya kebakaran tidak akan terjadi jika kita bisa mengisolasi Oksigen dari dua unsur lain Segitiga kebakaran, namun karena Oksigen dalam udara walaupun hanya sekitar 28% tetapi
persediaannya tidak terbatas, sulit untuk mengisolasinya. Oksigen murni yang dikemas dalam tabung juga harus diwaspadai, kendati tidak mudah terbakar, namun tekanannya sangat tinggi dan
menyebabkan terjadinya kebakaran.

3. TITIK NYALA.

¢ Titik nyala sering dikatakan sebgai peletup.
¢ Penyebabnya adalah:
a. Gesekan.
b. Loncatan listrik.
c. Percikan api.
d. Panas.
e. Tekanan.
f. Dan lain lain.

¢ Pada bahan-bahan tertentu, panas/titik nyala dapat menyebabkan terbakarnya bahan tersebut tanpa adanya penyalaan api lebih dahulu.

Perhatikan Tabel 5.4. berikut ini untuk melihat: Bahan, Berat Jenis, Perbandingan berat terhadap udara, Titik Nyala (OC derajat Celcius), Batas Menyala (% dalam persen), Suhu Nyala Sendiri (OC derajat Celcius), Nyala Atas Pemanasan, Kemungkinan Campur Air. Bahan bahan itu antara lain:


B. KLASIFIKASI KEBAKARAN.

1. Kebakaran kelas A
Kebakaran dari bahan biasa yang mudah terbakar seperti kayu, kertas, pakaian dan sejenisnya.
Jenis alat pemadam : yang menggunakan air harus digunakan sebagai alat pemadam pokok.
2. Kebakaran kelas B
Kebakaran bahan cairan yang mudah terbakar seperti minyak bumi, gas, lemak dan sejenisnya.
Jenis alat pemadam : yang digunakan adalah jenis busa sebagai alat pemadam pokok.
3. Kebakaran kelas C
Kebakaran listrik (seperti kebocoran listrik, korsleting) termasuk kebakaran pada alat-alat listrik.
Jenis alat pemadam : yang digunakan adalah jenis kimia dan gas sebagai alat pemadam pokok.
4. Kebakaran kelas D
Kebakaran logam seperti Zeng, Magnesium, serbuk Aluminium, Sodium, Titanium dan lainlain.
Jenis alat pemadam : yang harus digunakan adalah jenis khusus yang berupa bubuk kimia kering.

=========================

C. CARA PENANGANAN KEBAKARAN.

 

Lihat Gambar 5.2 Diagram Sistem Pengendalian Kebakaran berikut.


¢ Kebakaran harus ditangani dengan baik. Penanganan yang dilakukan tidak hanya sekedar melakukan pemadaman saja tetapi ada tiga langkah yang harus dilakukan, yaitu:
1) Pencegaha kebakaran.
2) Pemadaman kebakaran.
3) Prosedur evakuasi yang harus dilakukan.

¢ Untuk menjalankan tiga langkah tersebut diperlukan Sistem Pengendalian Kebakaran (SPK). Dalam kaitannya dengan kondisi kebakaran, ada lima hal yang harus dilakukan dalam SPK ini. Lima langkah tersebut terdiri dari:
1) Mencegah penyalaan.
2) Pemadaman  tahap dini.
3) Mencegah pertumbuhan api.
4) Mengontrol asap.
5) Melakukan evakuasi.

1. PENCEGAHAN KEBAKARAN.
¢ Surat Keputusan Menaker No 187/Men/1990 yang mengatur tentang Material Safety Data Sheet (MSDS).
¢ MSDS adalah dokumen tentang satu bahan kimia yang harus ada pada industri yang membuat, menyimpan, atau menggunakannya, yang memberikan informasi tentang bahan kimia tersebut.
¢ Informasi ini meliputi:

1. Identitas bahan.
2. Komposisi bahan.
3. Identifikasi bahaya.
4. Tindakan P3K.
5. Tindakan penanggulangan kebakaran.

6. Tindakan terhadap tumpah & bocor.
7. Penyimpan bahan.
8. Pengendalian.
9. Sifat fisik & kimia.
10. Reaktifitas & stabilitas.

11. Toksikologi.
12. Ekologi.
13. Pembuangan limbah.
14. Pengangkutan.
15. Peraturan & perundangan.


2. PEMADAMAN KEBAKARAN.
¢ Ada tiga tahap pemadaman kebakaran yang berkaitan dengan tahaptahap terjadinya kebakaran, tahap tersebut meliputi:
a) Memadamkan api tahap dini.
b) Mencegah api tumbuh.
c) Mengontrol asap.

a) MEMADAMKAN API TAHAP DINI.

Lihat Gambar 5.3 dan Tabel berikut ini.

¢ Setiap kebakaran dimulai api yang kecil, jika tidak segera diketahui dan dicegah, api akan membesar.
¢ Pemadaman api tahap dini merupakan langkah yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kebakaran yang lebih besar.
¢ Alat yang dibutuhkan pada tahap ini adalah Alat Pemadam Api Ringan (APAR), Hydrant yang menyediakan air bertekanan tinggi, fixed system yang biasa terpasang di gedung-gedung, serta peralatan lain di sekitar kita yang bisa digunakan untuk proses pemadaman api seperti karung goni, selimut, serta barang sejenis yang bisa menyerap air dan menutup api hingga terpisah dari udara.
¢ APAR merupakan alat pemadam api yang sangat populer di kalangan masyarakat, namun demikian sebagian besar mereka tidak mengetahui jenis dan cara penggunaannya. Jenis APAR cukup banyak, tergantung dari kemampuan memadamkan kebakaran pada jenis bahan bakar tertentu.

a) MEMADAMKAN API TAHAP DINI.


Cara penggunaan APAR, Lihat gambar APAR berikut ini:
1. Buka kunci pengaman.
2. Pegang tabung APAR dalam posisi tegak.
3. Tekan handel pembuka.
4. Arahkan ke bahan yg terbakar jangan arahkan ke apinya.
5. Semprotkan APAR secara periodik, satu periode 3 detik, jika diperasikan kontinyu APAR hanya dapat dioperasikan 8 detik .





Untuk Pengoperasian APAR Lihat Gambar 5.4 diatas:


b) MENCEGAH API TUMBUH.

¢ Jika api tdk segera dikuasai dan semakin membesar, maka diperlukan langkah untuk:
a) Melokalisir api.
b) Melakukan pendinginan.
c) Menguraikan bahan yang terbakar.



Lihat Gambar 5.5 Segitiga Api.


c) MENGONTROL ASAP
¢ Sebagian besar bahan yang terbakar menghasilkan asap. Asap yang berupa gas yang mengandung berbagai unsur, sangat membahayakan kesehatan.
¢ Bahkan banyak korban jiwa dalam kejadian kebakaran yang disebabkan karena menghirup asap yang berlebihan, oleh sebab itu timbulnya asap harus dapat ditangani dengan baik.
¢ Cara penanganan asap:
1) Penerapan tata udara sesuai standar pada suatu bangunan.
2) Pemasangan alat deteksi asap.
3) Pemasangan instalasi smoke vent.


3. PROSEDUR EVAKUASI.
¢ Keselamatan manusia merupakan hal yang terpenting dalam kebakaran. Ketika kebakaran sudah membesar dan tidak bisa diatasi dengan APAR, maka yang harus dilakukan adalah melakukan
evakuasi manusia maupun barang.
¢ Pelaksanaan evakuasi dilakukan sesuai sistem evakuasi yang ada pada gedung/bangunan yang terbakar. Gedung yang baik memiliki sistem evakuasi yang standar, misalnya lebar pintu harus dapat dilalui 40 orang per menit, ada petunjuk rute yang harus dilalui ketika terjadi kondisi darurat, ada akses jalan yang dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran, dan lain-lain.
¢ Mengingat pentingnya langkah-langkah evakuasi jika terjadi kebakaran, maka perlu adanya manajemen yang baik, SOP, Latihan secara berkala dalam menghadapi kejadian kebakaran, dan
penyebaran informasi tentang cara-cara penanggulangan kebakaran.

SAFETY LESSON TASK JTD 3A

  ANSWER CORRECTLY BY LOOKING AT THE NOTES: HANDWRITTEN ASSIGNMENTS MUST BE PHOTOGRAPHED AND SENT AS AN ATTACHMENT ( Must be the same as the...