Kamis, 07 September 2023

KECELAKAAN KERJA

 


KECELAKAAN AKIBAT KERJA.

Kecelakaan kerja, dalam konteks hukum dan manajemen keselamatan kerja, mengacu pada kejadian yang tidak diharapkan dan tidak terduga yang dapat menyebabkan cedera manusia atau kerusakan harta benda. Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/98, mendefinisikan kecelakaan kerja sebagai suatu peristiwa yang tiba-tiba atau tidak terduga, yang tidak terjadi dengan sendirinya, namun memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi.

Heinrich (1980) juga menggambarkan kecelakaan kerja sebagai kejadian yang berpotensi merusak lingkungan atau dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Kecelakaan kerja sering kali tidak terencana dan tidak terkendali, dan dapat disebabkan oleh tindakan atau reaksi terhadap objek, bahan, orang, atau radiasi, yang kemudian mengakibatkan cedera atau dampak negatif lainnya.

Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut Standar AS 1885-1 tahun 1990

Klasifikasi kecelakaan kerja adalah langkah penting dalam upaya untuk memahami jenis-jenis kejadian yang umumnya terjadi di tempat kerja. Standar Australia AS 1885-1 tahun 1990 adalah salah satu referensi yang menguraikan kode-kode klasifikasi kecelakaan kerja, yang meliputi:

  1. Jatuh dari atas ketinggian.
  2. Jatuh dari ketinggian yang sama.
  3. Menabrak objek dengan bagian tubuh.
  4. Terpapar oleh getaran mekanik.
  5. Tertabrak oleh objek yang bergerak.
  6. Terpapar oleh suara keras tiba-tiba.
  7. Terpapar pada suara yang berlangsung dalam waktu lama.
  8. Terpapar pada tekanan yang bervariasi (lebih dari tingkat suara).
  9. Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah.
  10. Otot tegang lainnya.

Pemahaman tentang klasifikasi ini membantu organisasi dan pekerja dalam mengidentifikasi potensi risiko di tempat kerja dan mengambil tindakan pencegahan yang sesuai untuk mengurangi kejadian kecelakaan kerja. Keselamatan kerja menjadi aspek penting dalam menjaga kesejahteraan pekerja dan kelangsungan bisnis.

 

Klasifikasi kecelakaan kerja lainnya yang menguraikan kode-kode klasifikasi kecelakaan kerja, yang meliputi:

  1. Kontak dengan listrik.
  2. Kontak atau terpapar dengan dingin atau panas.
  3. Terpapar radiasi.
  4. Kontak tunggal dengan bahan kimia.
  5. Kontak lainnya dengan bahan kimia.
  6. Kontak dengan, atau terpapar faktor biologi.
  7. Terpapar faktor stress mental.
  8. Longsor atau runtuh.
  9. Kecelakaan kendaraan/mobil.
  10. Klasifikasi "lain-lain" yang mencakup mekanisme cidera berganda atau banyak, serta mekanisme cidera yang tidak spesifik.

Klasifikasi ini membantu dalam pengelompokan dan analisis kecelakaan kerja, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola dan tren yang mungkin terjadi di tempat kerja. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang jenis kecelakaan yang paling umum, organisasi dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan keselamatan kerja.

Dampak kecelakaan kerja dapat sangat beragam, dan ini mencakup:

1.    Kurangnya kontrol: Ini mencakup ketidakpatuhan terhadap sistem, standar, dan penyesuaian yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

2.    Penyebab langsung: Merujuk pada faktor-faktor yang secara langsung menyebabkan kejadian kecelakaan.

3.    Kerugian: Kecelakaan kerja seringkali berdampak pada kerugian yang tidak diinginkan, berupa bahaya, cedera, atau kerusakan fisik maupun material.

Pemahaman terhadap dampak-dampak ini sangat penting dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja, karena membantu dalam mengidentifikasi akar penyebab dan menerapkan langkah-langkah perbaikan yang tepat untuk mengurangi risiko dan meningkatkan keselamatan di tempat kerja.

 

Cidera Akibat Kecelakaan Kerja: Pengertian, Tujuan, dan Klasifikasi.

Cidera, dalam konteks kecelakaan kerja, merujuk pada segala jenis cedera fisik seperti patah, retak, cabikan, dan lainnya yang diakibatkan oleh kejadian kecelakaan di tempat kerja. Heinrich et al. (1980) mendefinisikan cidera ini sebagai dampak fisik yang timbul akibat kecelakaan. Menurut Bureau of Labor Statistics, U.S. Department of Labor (2008), cidera dan sakit yang terjadi di tempat kerja dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh, termasuk:

  • Kepala dan mata.
  • Leher.
  • Batang tubuh, seperti bahu dan punggung.
  • Alat gerak atas, seperti lengan tangan, pergelangan tangan, tangan (selain jari), dan jari tangan.
  • Alat gerak bawah, seperti lutut, pergelangan kaki, kaki (selain jari kaki), dan jari kaki.
  • Sistem tubuh secara keseluruhan.

Tujuan Analisis Cidera atau Sakit: Tujuan dari menganalisis cidera atau sakit yang mempengaruhi bagian tubuh yang spesifik adalah untuk membantu dalam pengembangan program pencegahan kecelakaan. Sebagai contoh, jika terdapat cedera mata, langkah-langkah pencegahan dapat mencakup penggunaan kacamata pelindung. Analisis ini juga digunakan untuk memahami penyebab alami terjadinya cidera akibat kecelakaan kerja.

Klasifikasi Cidera Akibat Kecelakaan Kerja: Banyak perusahaan menggunakan standar referensi tertentu untuk mengklasifikasikan jenis cidera dan tingkat keparahannya. Salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 tahun 1990. Di bawah ini adalah pengelompokan cidera yang umum digunakan:

a. Fatality: Cidera yang mengakibatkan kematian.

b. Loss Time Injury: Cidera yang mengakibatkan hilangnya waktu kerja yang signifikan.

c. Loss Time Day: Cidera yang mengakibatkan absen dari pekerjaan selama beberapa hari.

d. Restricted Duty: Cidera yang membatasi pekerjaan yang dapat dilakukan oleh karyawan.

e. Medical Treatment Injury: Cidera yang memerlukan perawatan medis.

f. First Aid Injury: Cidera yang dapat ditangani dengan pertolongan pertama.

g. Non Injury Incident: Kejadian yang tidak menghasilkan cidera fisik.

Definisi Rate:

a. Incident Rate: Jumlah kejadian atau kecelakaan cidera atau sakit akibat kerja per seratus orang karyawan yang dipekerjakan.

b. Frekwensi Rate: Jumlah kejadian cidera atau sakit akibat kerja per satu juta jam kerja.

c. Loss Time Injury Frekwensi Rate: Jumlah cidera atau sakit akibat kecelakaan kerja dibagi satu juta jam kerja, dengan memperhitungkan waktu kerja yang hilang.

d. Severity Rate: Jumlah waktu kerja yang hilang dan waktu pada pekerjaan alternatif yang hilang dibagi satu juta jam kerja.

e. Total Recordable Injury Frekwensi Rate: Jumlah total cidera akibat kerja yang dicatat (MTI, LTI, dan cidera yang tidak mampu bekerja) dibagi satu juta jam kerja.

Pemahaman tentang jenis cidera dan tingkatannya, serta perhitungan tingkat kecelakaan, sangat penting dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja dan mengurangi risiko kecelakaan di tempat kerja.

 

Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja: Manusia, Material, Sumber Bahaya, dan Faktor yang dihadapi

Kecelakaan kerja seringkali dapat diidentifikasi melalui sejumlah faktor penyebab yang berperan dalam terjadinya insiden tersebut. Faktor-faktor ini dapat mencakup:

a. Faktor Manusia: Faktor manusia melibatkan aspek pengetahuan, ketrampilan, dan sikap individu yang bekerja di lingkungan kerja. Ini mencakup tingkat pengetahuan pekerja tentang prosedur keselamatan, keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaan tertentu, serta sikap kerja yang dapat mempengaruhi keselamatan. Ketidaktahuan, kurangnya ketrampilan, atau sikap yang tidak sesuai dapat menjadi penyebab kecelakaan.

b. Faktor Material: Faktor material mencakup segala hal yang digunakan dalam pekerjaan dan dapat mempengaruhi kesehatan atau keselamatan pekerja. Ini termasuk peralatan, mesin, bahan, dan alat yang digunakan dalam proses kerja. Ketidaklayakan, kerusakan, atau penggunaan yang salah dari peralatan dan material dapat meningkatkan risiko kecelakaan.

c. Faktor Sumber Bahaya: Faktor ini terdiri dari dua aspek utama:

  • Perbuatan Berbahaya: Terkait dengan perilaku pekerja yang dapat mengakibatkan bahaya, seperti penggunaan metode kerja yang tidak benar, bekerja dalam kondisi keletihan atau kecapekan, serta sikap kerja yang kurang hati-hati.
  • Kondisi/Keadaan Bahaya: Ini mencakup keadaan yang tidak aman dari mesin atau peralatan, kondisi lingkungan kerja, proses kerja, atau sifat pekerjaan yang berpotensi mengancam keselamatan. Pemeliharaan yang buruk atau kurangnya perawatan pada mesin dan peralatan juga dapat menciptakan kondisi berbahaya.

 

d. Faktor yang Dihadapi: Faktor ini mencakup situasi di mana pekerja harus menghadapi tantangan atau kendala yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan. Misalnya, kurangnya pemeliharaan atau perawatan mesin atau peralatan dapat mengakibatkan ketidakmampuan mereka untuk bekerja dengan baik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan potensi kecelakaan.

Penting untuk dicatat bahwa, menurut Bennet dan Rumondang (1985), kecelakaan kerja sebenarnya bisa diprediksi atau diduga jika tindakan dan kondisi tidak mematuhi standar keselamatan. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa perilaku kerja dan lingkungan kerja memenuhi persyaratan keselamatan yang ditetapkan. Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh perilaku yang tidak aman memiliki andil yang signifikan, dengan 80% berasal dari perilaku berbahaya dan 20% dari kondisi yang tidak aman. Perilaku berbahaya dapat melibatkan aspek seperti sikap, pengetahuan, keterampilan, keletihan, atau masalah psikologis.

Teori Penyebab Kecelakaan Kerja

TEORI DOMINO

a. Teori Domino: Konsep dasar dari model ini adalah sebagai berikut:

  • Kecelakaan adalah hasil dari serangkaian kejadian berurutan; kecelakaan tidak terjadi secara tiba-tiba.
  • Penyebab kecelakaan melibatkan faktor manusia dan faktor fisik.
  • Terjadinya kecelakaan dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial di tempat kerja.
  • Kecelakaan terjadi akibat kesalahan manusia.

TEORI BIRD & LOFTUS


b. Teori Bird & Loftus: Kunci dari teori ini tetap mengacu pada tindakan dan kondisi yang tidak aman, sebagaimana diungkapkan oleh Heinrich. Bird dan Loftus lebih menekankan pada peran manajemen dalam pengendalian agar kecelakaan tidak terjadi.

TEORI SWISS CHEESE


c. Teori Swiss Cheese: Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan terjadi ketika terdapat kegagalan interaksi pada berbagai komponen yang terlibat dalam suatu sistem produksi. Kegagalan dalam suatu proses dapat diibaratkan sebagai "lubang" dalam lapisan-lapisan yang berbeda dalam sistem, menjelaskan tahap mana dari proses produksi yang mengalami kegagalan.

Penyebab Kecelakaan Kerja dapat dibagi menjadi:

  • Direct Cause: Penyebab langsung yang sangat terkait dengan kejadian kecelakaan yang mengakibatkan kerugian atau cidera pada saat kecelakaan terjadi. Investigasi sering kali berfokus pada penyebab langsung ini dan bagaimana mencegahnya.
  • Latent Cause: Penting untuk mengidentifikasi "Latent Cause," yakni kondisi yang ada sebelumnya dan dapat menyebabkan kecelakaan. Kondisi ini mungkin sudah terlihat jelas sebelum terjadi kecelakaan.

 

Kategori Kecelakaan Kerja

  1. Kecelakaan Industri (Industrial Accident): Terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau risiko kerja.
  2. Kecelakaan dalam Perjalanan (Commute Accident): Terjadi di luar tempat kerja, namun terkait dengan aktivitas atau hubungan kerja.

Analisis Kecelakaan Kerja

Analisis kecelakaan kerja memiliki tujuan untuk:

  1. Mengidentifikasi penyebab kecelakaan kerja.
  2. Memahami akibat kecelakaan kerja.
  3. Mengembangkan langkah-langkah pencegahan.

Tujuan analisis kecelakaan kerja adalah untuk menjawab pertanyaan "mengapa kecelakaan ini terjadi?" sehingga dapat ditentukan "bagaimana kita dapat mencegah kecelakaan serupa terjadi di masa depan?" Analisis ini membantu dalam pengembangan strategi dan tindakan pencegahan yang efektif. Penyebab kecelakaan kerja seringkali melibatkan perbuatan berbahaya dan keadaan berbahaya yang harus diidentifikasi dan diperbaiki.

 

Ukuran Statistik Kecelakaan

a. Tingkat Kekerapan (Frequency Rate, FR): FR adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur frekuensi kecelakaan dalam suatu organisasi atau tempat kerja. Ini menggambarkan seberapa sering kecelakaan terjadi selama periode tertentu. Rumus FR adalah:

FR = (Jumlah Kecelakaan / Jumlah Jam Kerja) x 1.000.000

Di mana:

  • Jumlah Kecelakaan adalah jumlah total kecelakaan yang terjadi dalam periode tersebut.
  • Jumlah Jam Kerja adalah jumlah jam kerja selama periode yang sama.

Hasil FR ini seringkali dinyatakan per satu juta jam kerja untuk memperjelas frekuensinya.

b. Tingkat Keparahan (Severity Rate, SR): SR adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur seberapa parah dampak kecelakaan pada karyawan atau pekerja. SR dapat dihitung berdasarkan "jumlah hari yang hilang" akibat kecelakaan. Rumus SR adalah:

SR = (Total Hari yang Hilang Akibat Cedera / Jumlah Jam Kerja) x 1.000.000

Di mana:

  • Total Hari yang Hilang Akibat Cedera adalah jumlah hari kerja yang hilang akibat cedera atau kecelakaan dalam periode tertentu.
  • Jumlah Jam Kerja adalah jumlah jam kerja selama periode yang sama.

Hasil SR ini juga sering dinyatakan per satu juta jam kerja untuk memberikan gambaran tingkat keparahan dampak kecelakaan pada tingkat pekerjaan.
















INTRODUCTION

 


PENGANTAR K3
Oleh: Ir. Ahmad Wahyu Purwandi, MT




A. PENDAHULUAN
Dalam setiap pekerjaan atau aktivitas, risiko kegagalan selalu mengintai. Salah satu risiko yang paling merugikan adalah kecelakaan kerja, yang dapat berdampak serius pada produktivitas dan kesejahteraan pekerja. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara terpadu kepada semua individu yang terlibat dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat bahwa pada tahun 2022, terdapat sebanyak 265.334 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka ini mencerminkan betapa pentingnya upaya untuk meningkatkan keselamatan di tempat kerja.
Perubahan dari masyarakat agraris   yang memiliki risiko  rendah  (low risk society) menuju masyarakat  industri  yang  memiliki  risiko  tinggi  ( high risk society ) telah  menyebabkan degradasi dalam aspek keselamatan. Kecelakaan kerja bukan lagi menjadi masalah lokal, melainkan berdampak secara global. Daya saing  suatu  negara  dalam  tingkat  global  dapat
terpengaruh oleh tingkat kecelakaan kerja yang tinggi.
Sayangnya, masih ada sebagian masyarakat yang meremehkan pentingnya K3. Bahkan,
ada yang menganggapnya sebagai sesuatu yang mewah atau tidak perlu. Pandangan ini
perlu diubah agar kesadaran akan K3 dapat ditingkatkan, dan upaya pencegahan kecelakaan kerja dapat lebih efektif.
Dalam materi kuliah ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang pentingnya K3 dalam lingkungan kerja dan bagaimana keselamatan di tempat kerja berkontribusi pada kesuksesan perusahaan dan kesejahteraan pekerja.


B. FILOSOFI K3
Filosofi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memiliki dasar yang kuat yang bertujuan untuk melindungi para pekerja saat mereka menjalankan tugas mereka. Hal ini dicapai melalui berbagai upaya pengendalian terhadap potensi bahaya yang mungkin ada di lingkungan tempat kerja.
Saat semua potensi bahaya ini berhasil dikuasai dan memenuhi standar
keamanan yang ditetapkan, maka ini akan berkontribusi pada penciptaan
kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat. Ini akan berdampak positif pada kelancaran proses produksi, yang pada akhirnya akan mengurangi risiko kerugian dan meningkatkan produktivitas.
Filosofi K3 juga mencakup komitmen untuk memberikan pendidikan dan
pelatihan kepada para pekerja, sehingga mereka memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk bekerja dengan aman. Selain itu, penting juga untuk mempromosikan budaya keselamatan di tempat kerja, di mana setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan rekan kerja. Dengan demikian, Filosofi K3 bukan hanya tentang kepatuhan terhadap peraturan, tetapi juga tentang menciptakan budaya kerja yang peduli akan kesehatan dan keselamatan, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak yang terlibat.
Filosofi K3 adalah pandangan penting dalam dunia keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Organisasi International Association of Safety Professionals (IASP) adalah organisasi yang sangat peduli dengan keselamatan, dan filosofi-filosofi ini mencerminkan prinsip-prinsip dasar yang dianut dalam K3. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-masing filosofi tersebut:

1. Safety is an ethical responsibility (Keselamatan adalah tanggung jawab etis): Ini mengacu pada pandangan bahwa keselamatan bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga kewajiban moral dan etis bagi semua individu di tempat kerja.
2. Safety is a culture, not a program (Keselamatan adalah budaya, bukan program): Ini menekankan bahwa keselamatan seharusnya menjadi bagian dari budaya perusahaan dan cara hidup di tempat kerja, bukan hanya sebuah program atau inisiatif sementara.
3. Management is responsible (Manajemen bertanggung jawab):  Manajemen memiliki tanggung jawab utama dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan seharusnya memimpin dengan contoh yang baik dalam hal keselamatan.
4. Employee must be trained to work safely (Karyawan harus dilatih untuk bekerja dengan aman): Ini menekankan pentingnya pelatihan yang tepat kepada karyawan agar mereka dapat menjalankan tugas mereka dengan aman.
5. Safety is a condition of employment (Keselamatan adalah syarat pekerjaan): Ini berarti bahwa mematuhi prinsip-prinsip keselamatan adalah bagian integral dari pekerjaan dan dapat menjadi salah satu kriteria penilaian kinerja karyawan.
6. All injuries are preventable (Semua cedera dapat dicegah): Ini menekankan bahwa dengan langkah-langkah yang tepat, semua cedera di tempat kerja seharusnya dapat dihindari.
7. Safety program must be site-specific (Program keselamatan harus sesuai dengan lokasi): Setiap tempat kerja memiliki risiko yang berbeda, sehingga program keselamatan harus disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik khusus dari lokasi tersebut.
8. Safety is good business (Keselamatan adalah bisnis yang baik): Ini menggaris bawahi bahwa menginvestasikan dalam keselamatan bukan hanya menjadi kebutuhan etis, tetapi juga dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya karena cedera, dan mendukung kelangsungan bisnis yang baik.
Filosofi-filosofi ini adalah panduan penting dalam mempromosikan dan menjaga keselamatan di tempat kerja.

C. SEJARAH K3 DAN MASA DEPAN K3
1. Era Revolusi Industri (Abad ke-18) Pada periode ini, perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dipengaruhi oleh peralihan dari tenaga hewan ke penggunaan mesin-mesin seperti mesin uap, yang merupakan sumber energi baru yang baru ditemukan.
2. Era Industrialisasi Dari masa Revolusi Industri hingga pertengahan abad ke-20, teknologi terus berkembang, dan K3 mengikuti perkembangan ini. K3 berkembang seiring dengan penggunaan teknologi, termasuk penggunaan alat pelindung diri (APD), perangkat keamanan, interlock, dan alat-alat pelindung lainnya.
3. Era Manajemen Era ini ditandai dengan integrasi unit-unit kerja seperti
keselamatan, kesehatan, dan isu-isu lingkungan ke dalam sistem manajemen. Hal ini membutuhkan penekanan pada kualitas dari segi input, proses, dan output.
Standar internasional seperti ISO 9000, ISO 14000, dan ISO 18000 menjadi relevan dalam mengukur dan memastikan kualitas K3.
4. Era Masa Depan Perkembangan K3 di masa depan tidak hanya akan berfokus pada isu-isu K3 di lingkungan industri dan pekerjaan. K3 akan semakin mencakup aspek
aspek yang bersifat publik dan berdampak pada masyarakat secara luas.
5. Era Teknologi Modern Dalam era teknologi modern, perkembangan K3 semakin terkait erat dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi ini memungkinkan pemantauan dan pelaporan K3 secara real-time, memungkinkan perbaikan cepat ketika ada potensi bahaya. Sensor-sensor pintar, analisis data, dan perangkat lunak kecerdasan buatan juga semakin digunakan untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja.
6. Era K3 Berkelanjutan K3 di masa depan juga akan sangat terkait dengan konsep berkelanjutan. K3 tidak hanya akan bertujuan untuk melindungi pekerja dan masyarakat, tetapi juga untuk melindungi lingkungan.
Organisasi akan lebih berfokus pada praktik K3 yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, dengan tujuan mengurangi dampak negatif terhadap alam.
7. Era Inklusi dan Kebijakan Sosial Pentingnya inklusi dan kebijakan sosial dalam K3 semakin mendapat perhatian. Ini berarti memastikan bahwa semua pekerja, tanpa memandang latar belakang, jenis kelamin, atau kondisi fisik, memiliki akses yang sama ke perlindungan K3. Kebijakan K3 akan lebih berfokus pada aspek keadilan sosial.
8. Era Perubahan Iklim Perubahan iklim akan menjadi faktor penting dalam
perkembangan K3 di masa depan. Kondisi kerja yang lebih ekstrim, seperti panas yang berlebihan atau cuaca ekstrem lainnya, akan menjadi masalah yang perlu diatasi dalam upaya melindungi pekerja dari dampak perubahan iklim.
9. Era Teknologi Medis dan K3 Personalisasi Perkembangan teknologi medis, seperti teknologi wearable dan pemantauan kesehatan pribadi, akan memungkinkan pendekatan yang lebih personal dalam K3. Pekerja akan memiliki akses lebih baik untuk memantau dan menjaga kesehatan mereka sendiri, sementara perusahaan dapat menggunakan data ini untuk mengadaptasi lingkungan kerja sesuai dengan kebutuhan individu.
10. Era Kolaborasi Global K3 di masa depan akan semakin terhubung dengan kolaborasi global. Negara-negara, perusahaan, dan organisasi internasional akan bekerja sama untuk mengatasi tantangan K3 yang bersifat global, seperti pandemi dan isu-isu kesehatan global lainnya. Kolaborasi ini akan menjadi kunci untuk memastikan perlindungan K3 yang efektif di seluruh dunia.
Dengan terus beradaptasi dengan perubahan zaman dan tantangan baru, Keselamatan dan Kesehatan Kerja akan tetap menjadi prioritas utama dalam menjaga kesejahteraan pekerja dan masyarakat secara keseluruhan di masa depan.

D. KONSEP K3
1. Konsep Tradisional
a. Kecelakaan dianggap sebagai musibah dan sebagai risiko yang harus diterima.
b. Tidak ada upaya serius untuk menghindarinya.
c. Anggapan bahwa masih banyak pekerja pengganti jika terjadi kecelakaan.
d. Mengharuskan pengeluaran yang signifikan.
e. Dilihat sebagai faktor yang menghambat produksi.
2. Konsep Terkini
a. Kecelakaan dipandang sebagai sesuatu yang bukan hanya nasib semata.
b. Kecelakaan selalu memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi dan dicegah.
c. Faktor personal berkaitan dengan 80-85% kejadian kecelakaan, sementara
faktor lingkungan berkontribusi sekitar 15-20%.
d. Kecelakaan selalu menghasilkan kerugian.
e. Peran pemimpin sangat penting dan memainkan peran kunci dalam
menentukan keselamatan di tempat kerja.

E. PENGERTIAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
Dari sudut pandang keilmuan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat dijelaskan sebagai suatu cabang ilmu dan praktik yang bertujuan untuk mencegah kecelakaan,
kebakaran, peledakan, pencemaran, penyakit, dan berbagai risiko lainnya yang dapat terjadi di lingkungan kerja. Konsep K3 ini terbagi menjadi dua aspek utama:
1. Keselamatan (Safety):
Keselamatan kerja merujuk pada berbagai upaya yang dilakukan untuk:

Melindungi para pekerja dari cedera atau bahaya yang dapat terjadi di
tempat kerja.
Menjaga keselamatan individu lain yang mungkin terlibat dalam aktivitas di tempat kerja.
Melindungi peralatan, fasilitas kerja, dan bahan produksi agar tidak rusak
atau terkena risiko.
Keselamatan kerja juga berperan dalam memelihara kelestarian lingkungan hidup sekitar tempat kerja dan mendukung kelancaran proses produksi.
2. Kesehatan (Health):
Kesehatan merujuk pada kondisi fisik dan mental individu, yaitu tingkat
kesejahteraan fisiologis dan psikologis seseorang di lingkungan kerja. Pengertian kesehatan mencakup berbagai upaya seperti:

Pencegahan dan pengendalian penyakit yang dapat memengaruhi pekerja.
Pencegahan kelelahan kerja agar pekerja tetap dalam kondisi optimal.
Menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesehatan fisik dan mental pekerja.
Dengan demikian, keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan disiplin ilmu yang penting dalam mengelola risiko-risiko di lingkungan kerja, melindungi pekerja, menjaga aset perusahaan, serta mendukung produktivitas dan kesejahteraan individu di tempat kerja.

F. PERATURAN TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
1. Peraturan mengenai K3 dalam Undang-Undang
2. Peraturan K3 yang dikeluarkan oleh Pemerintah
3. Peraturan K3 yang ditetapkan oleh Menteri
4. Keputusan Menteri terkait dengan K3
5. Instruksi Menteri yang berkaitan dengan K3
6. Surat Edaran dan Keputusan dari Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan 
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan yang terkait dengan K3.


G. TUJUAN PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
Dalam rangka Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), terdapat beberapa tujuan utama yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, antara lain:
1. Melindungi dan menjamin keselamatan seluruh pekerja dan individu lainnya yang berada di lingkungan kerja.
2. Menjamin penggunaan setiap sumber daya produksi dengan cara yang aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional secara keseluruhan.

SAFETY LESSON TASK JTD 3A

  ANSWER CORRECTLY BY LOOKING AT THE NOTES: HANDWRITTEN ASSIGNMENTS MUST BE PHOTOGRAPHED AND SENT AS AN ATTACHMENT ( Must be the same as the...