Minggu, 24 September 2023

KEBAKARAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

 


ENGLISH

BAHASA INDONESIA


PEMADAM KEBAKARAN.

A. DEFINISI KEBAKARAN.
¢ Kebakaran adalah api yang tidak terkendali.
¢ Kebakaran terjadi karena ada 3 unsur yang bertemu, yaitu unsur:
1. Bahan bakar à Bahan yang mudah terbakar misalnya BBM.
2. Udara ( O2 ) à Oksigen atau O2.
3. Titik nyala à Suhu saat bahan bakar mulai terbakar misalnya dalam derajat Celcius °C.

¢ Hubungan ketiga unsur kebakaran.



Gambar 5.1 Tiga Unsur Kebakaran

 

¢ Kebakaran hanya terjadi jika ketiga unsur tersebut bertemu.

 

1. BAHAN BAKAR.

 

a. Bahan Bakar Padat.
Bahan bakar padat adalah bahan yang mudah terbakar dalam bentuk padat. Cara penanganan kebakaran pada bahan padat relatif lebih mudah dari pada bahan bakar cair dan gas karena bahan
jenis ini relatif lebih mudah dipisahkan dengan unsur kebakaran lainnya.

Tabel 5.1 Bahan Bakar Padat


Nama bahan bakar.
1. Belerang.
2. Fosfor.
3. Seng.
4. Alumunium.
5. Magnesium.


b. Bahan Bakar Cair.
Bahan bakar cair merupakan bahan yang cukup sulit untuk ditangani, apalagi yang bersifat
korosif, mudah meledak dan mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari air. Bahan ini harus diwaspadai dan ditangani dengan baik mulai dari proses pembuatan, pengemasan,
pendistribusian, sampai penyimpanannya.

Tabel 5.2 Bahan Bakar Cair.

Nama Zat Cair. Dan Rumus Kimianya.
1. Eter ROR atau (C2H5)2O.
2. Benzena C6H6.
3. Aseton CH3COCH3.
4. Metanol/spiritus CH3OH.
5. Ester RCOOR.
6. Karbon disulfida CS2.
7. Asetaldehid CH3CHO.
8. Asam asetat CH3COOH.
9. Petroleum C8H18.


c. Bahan Bakar Gas.
Bahan bakar gas merupakan bahan yang sangat berbahaya, karena bahan ini mudah meledak, jika terjadi peningkatan suhu, peningkatan tekanan, dan terkena benturan. Gas yang dipasarkan dikemas di dalam tabung gas. Spesifikasi tabung harus memenuhi standar industri agar aman
ketika disimpan. Pada saat diangkut dan disimpan harus dalam posisi tegak, hal ini dimaksudkan jika terjadi ledakan, lontaran katup tabung ke arah atas sehingga tidak mengenai orang di
sekitarnya.

Tabel 5.3. Bahan Bakar Gas.

Nama Zat Cair dan Rumus Kimianya.
1. Gas alam Komponen utama CH4.
2. Asetilen C2H2.
3. Hidrogen H2.
4. Etilen Oksida C2H4O.
5. Metana CH4.
6. Karbon Monoksida CO.
7. Butana CH3CH2CH2CH3.

2. UDARA (O2).

¢ Udara adalah zat yang berbentuk gas yang tersedia di alam dalam jumlah yang tidak terbatas. Udara mengandung berbagai macam gas, diantaranya yang cukup besar adalah Nitrogen dan Oksigen.
Oksigen termasuk bagian dari Segitiga kebakaran, sehingga gas ini merupakan bagian yang cukup penting dalam proses kebakaran.
¢ Sebenarnya kebakaran tidak akan terjadi jika kita bisa mengisolasi Oksigen dari dua unsur lain Segitiga kebakaran, namun karena Oksigen dalam udara walaupun hanya sekitar 28% tetapi
persediaannya tidak terbatas, sulit untuk mengisolasinya. Oksigen murni yang dikemas dalam tabung juga harus diwaspadai, kendati tidak mudah terbakar, namun tekanannya sangat tinggi dan
menyebabkan terjadinya kebakaran.

3. TITIK NYALA.

¢ Titik nyala sering dikatakan sebgai peletup.
¢ Penyebabnya adalah:
a. Gesekan.
b. Loncatan listrik.
c. Percikan api.
d. Panas.
e. Tekanan.
f. Dan lain lain.

¢ Pada bahan-bahan tertentu, panas/titik nyala dapat menyebabkan terbakarnya bahan tersebut tanpa adanya penyalaan api lebih dahulu.

Perhatikan Tabel 5.4. berikut ini untuk melihat: Bahan, Berat Jenis, Perbandingan berat terhadap udara, Titik Nyala (OC derajat Celcius), Batas Menyala (% dalam persen), Suhu Nyala Sendiri (OC derajat Celcius), Nyala Atas Pemanasan, Kemungkinan Campur Air. Bahan bahan itu antara lain:


B. KLASIFIKASI KEBAKARAN.

1. Kebakaran kelas A
Kebakaran dari bahan biasa yang mudah terbakar seperti kayu, kertas, pakaian dan sejenisnya.
Jenis alat pemadam : yang menggunakan air harus digunakan sebagai alat pemadam pokok.
2. Kebakaran kelas B
Kebakaran bahan cairan yang mudah terbakar seperti minyak bumi, gas, lemak dan sejenisnya.
Jenis alat pemadam : yang digunakan adalah jenis busa sebagai alat pemadam pokok.
3. Kebakaran kelas C
Kebakaran listrik (seperti kebocoran listrik, korsleting) termasuk kebakaran pada alat-alat listrik.
Jenis alat pemadam : yang digunakan adalah jenis kimia dan gas sebagai alat pemadam pokok.
4. Kebakaran kelas D
Kebakaran logam seperti Zeng, Magnesium, serbuk Aluminium, Sodium, Titanium dan lainlain.
Jenis alat pemadam : yang harus digunakan adalah jenis khusus yang berupa bubuk kimia kering.

=========================

C. CARA PENANGANAN KEBAKARAN.

 

Lihat Gambar 5.2 Diagram Sistem Pengendalian Kebakaran berikut.


¢ Kebakaran harus ditangani dengan baik. Penanganan yang dilakukan tidak hanya sekedar melakukan pemadaman saja tetapi ada tiga langkah yang harus dilakukan, yaitu:
1) Pencegaha kebakaran.
2) Pemadaman kebakaran.
3) Prosedur evakuasi yang harus dilakukan.

¢ Untuk menjalankan tiga langkah tersebut diperlukan Sistem Pengendalian Kebakaran (SPK). Dalam kaitannya dengan kondisi kebakaran, ada lima hal yang harus dilakukan dalam SPK ini. Lima langkah tersebut terdiri dari:
1) Mencegah penyalaan.
2) Pemadaman  tahap dini.
3) Mencegah pertumbuhan api.
4) Mengontrol asap.
5) Melakukan evakuasi.

1. PENCEGAHAN KEBAKARAN.
¢ Surat Keputusan Menaker No 187/Men/1990 yang mengatur tentang Material Safety Data Sheet (MSDS).
¢ MSDS adalah dokumen tentang satu bahan kimia yang harus ada pada industri yang membuat, menyimpan, atau menggunakannya, yang memberikan informasi tentang bahan kimia tersebut.
¢ Informasi ini meliputi:

1. Identitas bahan.
2. Komposisi bahan.
3. Identifikasi bahaya.
4. Tindakan P3K.
5. Tindakan penanggulangan kebakaran.

6. Tindakan terhadap tumpah & bocor.
7. Penyimpan bahan.
8. Pengendalian.
9. Sifat fisik & kimia.
10. Reaktifitas & stabilitas.

11. Toksikologi.
12. Ekologi.
13. Pembuangan limbah.
14. Pengangkutan.
15. Peraturan & perundangan.


2. PEMADAMAN KEBAKARAN.
¢ Ada tiga tahap pemadaman kebakaran yang berkaitan dengan tahaptahap terjadinya kebakaran, tahap tersebut meliputi:
a) Memadamkan api tahap dini.
b) Mencegah api tumbuh.
c) Mengontrol asap.

a) MEMADAMKAN API TAHAP DINI.

Lihat Gambar 5.3 dan Tabel berikut ini.

¢ Setiap kebakaran dimulai api yang kecil, jika tidak segera diketahui dan dicegah, api akan membesar.
¢ Pemadaman api tahap dini merupakan langkah yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kebakaran yang lebih besar.
¢ Alat yang dibutuhkan pada tahap ini adalah Alat Pemadam Api Ringan (APAR), Hydrant yang menyediakan air bertekanan tinggi, fixed system yang biasa terpasang di gedung-gedung, serta peralatan lain di sekitar kita yang bisa digunakan untuk proses pemadaman api seperti karung goni, selimut, serta barang sejenis yang bisa menyerap air dan menutup api hingga terpisah dari udara.
¢ APAR merupakan alat pemadam api yang sangat populer di kalangan masyarakat, namun demikian sebagian besar mereka tidak mengetahui jenis dan cara penggunaannya. Jenis APAR cukup banyak, tergantung dari kemampuan memadamkan kebakaran pada jenis bahan bakar tertentu.

a) MEMADAMKAN API TAHAP DINI.


Cara penggunaan APAR, Lihat gambar APAR berikut ini:
1. Buka kunci pengaman.
2. Pegang tabung APAR dalam posisi tegak.
3. Tekan handel pembuka.
4. Arahkan ke bahan yg terbakar jangan arahkan ke apinya.
5. Semprotkan APAR secara periodik, satu periode 3 detik, jika diperasikan kontinyu APAR hanya dapat dioperasikan 8 detik .





Untuk Pengoperasian APAR Lihat Gambar 5.4 diatas:


b) MENCEGAH API TUMBUH.

¢ Jika api tdk segera dikuasai dan semakin membesar, maka diperlukan langkah untuk:
a) Melokalisir api.
b) Melakukan pendinginan.
c) Menguraikan bahan yang terbakar.



Lihat Gambar 5.5 Segitiga Api.


c) MENGONTROL ASAP
¢ Sebagian besar bahan yang terbakar menghasilkan asap. Asap yang berupa gas yang mengandung berbagai unsur, sangat membahayakan kesehatan.
¢ Bahkan banyak korban jiwa dalam kejadian kebakaran yang disebabkan karena menghirup asap yang berlebihan, oleh sebab itu timbulnya asap harus dapat ditangani dengan baik.
¢ Cara penanganan asap:
1) Penerapan tata udara sesuai standar pada suatu bangunan.
2) Pemasangan alat deteksi asap.
3) Pemasangan instalasi smoke vent.


3. PROSEDUR EVAKUASI.
¢ Keselamatan manusia merupakan hal yang terpenting dalam kebakaran. Ketika kebakaran sudah membesar dan tidak bisa diatasi dengan APAR, maka yang harus dilakukan adalah melakukan
evakuasi manusia maupun barang.
¢ Pelaksanaan evakuasi dilakukan sesuai sistem evakuasi yang ada pada gedung/bangunan yang terbakar. Gedung yang baik memiliki sistem evakuasi yang standar, misalnya lebar pintu harus dapat dilalui 40 orang per menit, ada petunjuk rute yang harus dilalui ketika terjadi kondisi darurat, ada akses jalan yang dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran, dan lain-lain.
¢ Mengingat pentingnya langkah-langkah evakuasi jika terjadi kebakaran, maka perlu adanya manajemen yang baik, SOP, Latihan secara berkala dalam menghadapi kejadian kebakaran, dan
penyebaran informasi tentang cara-cara penanggulangan kebakaran.

Minggu, 17 September 2023

RESIKO

 BAB. 4.


ENGLISH

BAHASA INDONESIA




ANALISIS RISIKO DAN PENGENDALIAN RESIKO.

 

A. ANALISIS RESIKO.

Menurut Tarwaka (2008), potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan, atau bahkan dapatmenyebabkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.

Pengelompokan potensi bahaya berdasar kategori umum:


1. Hazardous Substances – potensi bahaya dari bahan berbahaya.
2. Pressure Hazards – potensi bahaya udara bertekanan.
3. Thermal Hazards – potensi bahaya udara panas.
4. Electrical Hazards – potensi bahaya kelistrikan.
5. Mechanical Hazards – potensi bahaya mekanik.
6. Gravitational and Acceleration Hazards – potensi bahaya gravitasi dan akselerasi.
7. Radiation Hazards – potensi bahaya radiasi.
8. Microbiological Hazards – potensi bahaya mikrobiologi.
9. Vibration and Noise Hazards – potensi bhy kebisingan & vibrasi.
10. Hazards relating to human Factors – potensi bahaya ergonomic.
11. Enviromental Hazards – potensi bahaya lingkungan kerja.
12. Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas produk dan jasa, proses produksi, properti, image publik, dll.

Menurut Ramli (2009), bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atas tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya.


1. Jenis bahaya yaitu:
a. Bahaya mekanis.
b. Bahaya listrik.
c. Bahaya kimiawi.
d. Bahaya fisis.
e. Bahaya biologis.


2. Sumber bahaya yaitu:
a. Bahan eksplosif.
b. Bahan yang mengoksidasi.
c. Bahan yang mudah terbakar.
d. Bahan beracun.
e. Bahan korosif.
f. Bahan radioaktif.

 

3.Teknik identifikasi bahaya yaitu:
a. Teknik pasif.
b. Teknik semi proaktif,
c. Teknik proaktif,

 

4. Identifikasi sumber bahaya, dilakukan dengan mempertimbangkan sebagai berikut:
a. Kondisi dan kejadian yg dpt menimbulkan potensi bahaya.
b. Jenis kecelakaan dan PAK yg mungkin dpt terjadi.


5. Kegiatan identifikasi bahaya yaitu:
a. Konsultasi dengan orang yg berpengalaman
b. Pemeriksaan fisik lingkungan kerja
c. Mencatat cidera dan sakit pada insiden waktu yang lalu
d. Informasi identifikasi bahaya, penelitian, dan nasihat dari para ahli
e. Analisis tugas untuk identifikasi bahaya
f. Sistem formal analisa bahaya, misal Hazard

 

6. Kegunaan identifikasi bahaya yaitu:
a. Untuk mengetahui bahaya-bahaya yang ada.
b. Untuk mengetahui potensi bahaya tersebut, baik akibat maupun frekuensi terjadinya.
c. Untuk mengetahui lokasi bahaya.
d. Untuk menunjukkan bahwa bahaya-bahaya tersebut telah dapat memberikan perlindungan.
e. Untuk menunjukkan bahwa bahaya tertentu tidak akan menimbulkan akibat kecelakaan. sehingga tidak diberikan perlindungan.
f. Untuk analisa lebih lanjut.

Contoh teknik mengidentifikasi bahaya sebagai kerikut:
a. Berjalanlah berkeliling dan perhatikan hal-hal yang dapat menjadi sumber kecelakaan.
b. Jangan hiraukan hal-hal yang sepele, pusatkan perhatian pada sesuatu yang dapat menyebabkan insiden serius.
c. Tanyakan kepada pekerja mengenai pendapat mereka tentang bahaya dari pekerjaan yang dilakukan.
d. Cermati instruksi kerja yang dibuat oleh pabrik.
e. Pelajari catatan insiden dan catatan kesehatan pekerja di tempat tersebut.
f. Pelajari hasil temuan inspeksi terdahulu.
g. Lakukan pengamatan, terutama pada sumber-sumber energi.
h. Cermati semua jenis pekerjaan yang ada di lokasi tersebut.
i. Pertimbangkan keberadaan orang lain yang tidak selalu berada di lokasi tersebut.
j. Perkirakan semua orang yang dimungkinkan bisa terluka akibat dari kegiatan di lokasi tersebut.
k. Dari setiap bahaya yang teridentifikasi, perhatikan jumlah orang dan lamanya terkena paparan bahaya tersebut.

Pokok-pokok yang harus dicermati dari catatan insiden antara lain:
a. Benda yang menjadi sumber kecelakaan (palu, sling, plat besi, dump truck, dan lain-lain).
b. Jenis kecelakaan yang terjadi (terjepit, jatuh, tabrakan, dll.).
c. Kondisi tidak standar yang menimbulkan insiden (licin, tajam, sempit, berdebu, dan lain-lain).
d. Tindakan tidak aman yang menimbulkan insiden (tidak pakai APD, tidak melaksanakan prosedur, dan lain-lain).
e. Bagian tubuh yang cedera (kepala, tubuh, kaki, tangan, dll.).
f. Seksi-seksi mana yang sering ditemukan penyimpangan / deviasi pada catatan inspeksi terdahulu,
g. Jenis-jenis deviasi / penyimpangan yang ditemukan dari hasil inspeksi terdahulu,
h. Daerah-daerah kritis mana yang sering terlepas dari pengawasan supervisor.

 

B. PENGENDALIAN RISIKO.

Prinsip analisa keselamatan dan kesehatan kerja adalah mencari penyebab dari seluruh tingkat lapisan, dari lapisan umum sampai dengan pokok penyebabnya dicari secara tuntas, hingga dapat
diketahui penyebab utamanya dan melakukan perbaikan.

Bahaya yang sudah diidentifikasi dan dinilai, maka selanjutnya harus dilakukan perencanaan pengendalian resiko untuk mengurangi resiko sampai batas maksimal.

Pengendalian resiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengedalian resiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian
resiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan.

 

Hirarki pengendalian resiko terdapat 2 (dua) pendekatan, yaitu:


a.    Long Term Gain.

Pendekatan ”Long Term Gain” yaitu pengendalian berorientasi jangka panjang dan bersifat  Permanen dimulai dari pengendalian substitusi, eliminasi, rekayasa teknik, isolasi atau pembatasan, administrasi dan terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat pelindung diri.


b. Short Term Gain.

Pendekatan ”Short Term Gain”, yaitu pengendalian berorientasi jangka pendek dan bersifat temporari atau sementara. Pendekatan pengendalian ini diimplementasikan selama pengendalian yag bersifat lebih permanen belum dapat diterapkan. Pilihan pengendalian resiko ini dimulai dari penggunaan alat pelindung diri menuju ke atas sampai dengan substitusi (Tarwaka, 2008).

 

Rencana pengendalian risiko antara lain:


a. Eliminasi (Elimination).

Eliminasi merupakan suatu pengendalian resiko yang bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan obyek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan. Cara pengendalian yang baik dilakukan adalah dengan eliminasi karena
potensi bahaya dapat ditiadakan.

b. Substitusi (Substitution).

Cara pengendalian substitusi adalah dengan menggantikan bahanbahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih aman.

c. Rekayasa Teknik (Engineering Control).

Pengendalian rekayasa teknik termasuk merubah struktur obyek kerja untuk mencegah seseorang terpapar potensi bahaya. Cara pengendalian yang dilakukan adalah dengan pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorber suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi, dan lain-lain.

d. Isolasi (Isolation).

Cara pengendalian yang dilakukan dengan memisahkan seseorang dari obyek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat tertutup (control room) menggunakan remote control.

e. Pengendalian Administrasi (Admistration Control).

Pengendalian yang dilakukan adalah dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya yang tergantung dari perilaku pekerjanya dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administrasi ini.

Metode ini meliputi penerimaan tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja, pengaturan kembali jadwal kerja, training keahlian dan training K3.

f. Alat Pelindung Diri (Administration Control).

Alat pelindung diri yang digunakan untuk membatasi antara terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima oleh tubuh.

 

Dalam menentukan pengendalian resiko atas bahaya yang kita identifikasi, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Apakah telah ada control/ pengendalian resiko yang telah lalu? Jika telah ada, apakah kontrol tersebut telah memadai atau belum? Jika belum memadai, tentukan tindakan pengendalian baru untuk menghilangkan atau menekan resiko sampai pada tingkat serendah mungkin.


ü Pengendalian Teknik antara lain: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara.

ü Pengendalian administrasi: mengurangi waktu pajanan, Menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda-tanda peringatan, membuat daftar data Bahanbahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat.

ü Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan.

 

¢ Tujuan pokok keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mencegah dan
mengurangi bahkan menghilangkan kecelakaan kerja. Dengan demikian
keselamatan dan kesehatan kerja tersebut menjadi sangat penting mengingat
akhibat yang ditimbulkan dari adanya kecelakaan kerja. Dalam tindakan
pencegahan kecelakaan kerja harus diletakkan pengertian bahwa kecelakaan
merupakan resiko yang melekat pada setiap proses/kegiatan yang berhubungan
dengan pekerjaan. Pada setiap proses/aktifitas pekerjaan selalu ada resiko
kegagalan (risk of failures). Saat kecelakaan kerja (work accident) terjadi,
seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian (loss), oleh karena itu
maka sebisa mungkin dan sedini mungkin, kecelakaan / potensi kecelakaan kerja
harus dicegah/ dihilangkan, atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya.

¢ Penanganan masalah keselamatan kerja harus dilakukan secara serius oleh
seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial namun harus dilakukan
secara menyeluruh. Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan jika mengel
sumber-sumber yang menjadi penyebab kecelakaan kerja atau gejala-gejala yang
mungkin timbul yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja. Langkah
berikutnya adalah menghilangkan, mengamankan, dan mengendalikan sumber sumber bahaya atau gejala-gejala tersebut.

Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menghilangkan, mengamankan, dan mengendalikan sumber-sumber bahaya atau gejala gejala yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja adalah:


a. Peraturan perundangan.

Peraturan perundangan di Indonesia telah disusun guna melindungi tenaga kerja terhadap kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh suatu pekerjaaan, misalnya: UU No.1 Tahun 1970 tentang Kesehatan Kerja.


b.   Standarisasi.

Standarisasi merupakan penetapan standar-standar baik resmi maupun tidak resmi yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan adanya standar yang telah ditetapkan maka derajat atau baik buruknya kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilihat berdasarkan pemenuhan standar tersebut.


c.  Inspeksi.

Inspeksi atau pemeriksaan merupakan kegiatan yang bersifat pembuktian apakah tempat kerja sudah sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang berlaku. Kegitan ini meliputi pemeriksaan, kalibrasi terhadap peralatan yang digunakan di tempat kerja.


d. Riset teknis.

Riset teknis ini ditujukan untuk mendapatkan data, sifat-sifat, dan ciriciri bahan yang berbahaya, penyelidikan terhadap pagar pengaman, pengujian perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan, serta penelitian teknis lainnya.

e. Riset medis.

Riset medis ditujukan untuk mendapatkan data tentang efek.psikologis, patologis, faktor-faktor lingkungan, serta keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan kerja.

f. Riset psikologis.

Riset psikologis ditujukan untuk mengetahui pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.

g. Riset statistic.

Riset statistik ditujukan untuk mendapatkan data tentang kecelakaan kerja yang terjadi baik menyangkut jenis, frekwensi, personal, penyebab, serta hal lain yang terkait dengan kecelakaan kerja.


h. Pendidikan.

Pendidikan sebagai wahana untuk menyampaikan materi tentang kesehatan dan keselamatan kerja yang dapat dilakukan secar formal dan non formal atau bisa juga dalam bentuk seminar, workshop, maupun demonstrasi.

i. Latihan.

Latihan ini difokuskan pada tenaga kerja baru yang belum mempunyai banyak pengalaman terhadap jenis pekerjaan dan lingkungan kerja yang akan dihadapinya.

j. Persuasi.

Persuasi merupakan suatu cara penyuluhan atau pendekatan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja untuk menimbulkan sikap mengutamakankeselamatan tanpa adanya pemaksaan.

k. Asuransi.

Asuransi/insentif financial ini ditujukan untuk meningkat-kan pencegahan kecelakaan kerja. Perusahaan yang telah mememnuhi peraturan perundangan dan standar keselamatan kerja akan membayar premi asuaransi yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memenuhi peraturan perundangan dan standar keselamatan kerja.

l. Implementasi.
Implementasi yang dimaksud adalah penerapan langkah-langkah yang telah diuraikan di atas pada tempat kerja.

m. Teknis.
ü Eliminasi : penghilangan sumber bahaya.
ü Subtitusi : mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya.
ü Isolasi : proses kerja yang berbahaya disendirikan.
ü Enclosing : mengurung / memagari sumber bahaya.
ü Ventilasi.
ü Maintenance.

n. Administrasi.
ü Monitoring lingkungan kerja.
ü Pendidikan dan pelatihan.
ü Labelling.
ü Pemeriksaan Kesehatan.
ü Rotasi kerja.
ü Housekeeping: 5S.
ü Sanitasi yang bersih dan penyediaan fasilitas Kesehatan.


o. Supervisi.
ü Lakukan review terhadap prosedur pengawasan pekerjaan secara menyeluruh,
ü Lakukan review terhadap kompetensi para Pengawas dalam melakukan pengawasan pekerjaan melalui Ijin Kerja dan Audit Lapangan.
ü Penegasan tugas Manajer Konstruksi sebagai penanggung jawab tunggal dan yang berhak menyetujui Ijin Kerja.

p. Kontrol pekerjaan.
1) Merevisi sistem Ijin Kerja yang akan memastikan adanya verifikasi pada akhir jam kerja.
2) Penilaian resiko harus dilakukan (lagi) dan disetujui, jika terjadi perubahan pekerjaan.

q. Budaya dan motivasi karyawan/tim.
ü Kembangkan budaya untuk menghentikan pekerjaan apabila tidak selamat.
ü Review tim kerja yang sudah lama bersama, karena cenderung menimbulkan rasa percaya diri yang berlebihan.



Mencegah & menanggulangi kecelakaan yg lain:


1. Pencegahan kecelakaan.

a. Menerapkan peraturan perundangan dengan penuh disiplin.
b. Menerapkan standarisasi kerja yang telah digunakan secara resmi.
c. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan barunya, baik secara fisik maupun mental.
d. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja.
e. Melakukan pengawasan dengan baik.
f. Memasang tanda-tanda peringatan.
g. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat.
h. Pemasangan label dan tanda peringatan.
i. Pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan harus sesuai dengan ketentuan dan aturan yang ada.

j.  Simpanlah bahan-bahan berbahaya di tempat yang memenuhi syarat keamanan bagi penyimpanan bahan tersebut.

k.Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para buruh secara kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.

l.  Penggunaan pakaian pelindung.

m.    Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat bising.

n.Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan keluar.

o.Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.

p.Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan kebutuhan.

 

2. Penanggulangan Kecelakaan.
a. Penanggulangan kebakaran.
ü Jangan membuang puntung rokok yang masih menyala di tempat yang mengandung bahan yang mudah terbakar.
ü Hindarkan sumber-sumber menyala di tempat terbuka.
ü Hindari awan debu yang mudah meledak


b. Penanggulangan Kebakaran Akibat Instalasi Listrik dan Petir.
ü Buat instalasi listrik sesuai dengan aturan yang berlaku.
ü Gunakan sekering/MCB sesuai dengan ukuran yang diperlukan.
ü Gunakan kabel yang berstandar keamanan yang baik.
ü Ganti kabel yang telah usang atau cacat pd instalasi atau peralatan listrik lain.
ü Hindari percabangan sambungan antar rumah.
ü Lakukan pengukuran kontinuitas penghantar, tahanan isolasi, dan tahanan pentanahan secara berkala.
ü Gunakan instalasi penyalur petir sesuai standar.

c. Penanggulangan kecelakaan di dalam lift.
ü Pasang rambu-rambu dan petunjuk yang mudah dibaca oleh pengguna jika terjadi keadaan darurat.
ü Jangan memberi muatan lift melebihi kapasitasnya.
ü Jangan membawa sumber api terbuka di dalam lift.
ü Jangan merokok dan membuang puntung rokok di dalam lift.
ü Jika terjadi pemutusan aliran listrik, maka lift akan berhenti di lantai terdekat dan pintu lift. segera terbuka sesaat setelah berhenti. Segera keluar dari lift dengan hati-hati.


d. Penanggulangan Kecelakaan terhadap Zat Berbahaya.
Zat berbahaya adalah bahan-bahan yang selama pembuatannya, pengolahannya,  pengangkutannya, penyim-panannya dan penggunaannya menimbulkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi, mati lemas, keracunan dan bahaya-bahaya lainnya terhadap gangguan kesehatan orang yang bersangkutan dengannya atau menyebabkan kerusakan benda atau harta
kekayaan.


3. Pendekatan keselamatan lain.

a. Perencanaan.
Keselamatan kerja hendaknya sudah diperhitungkan sejak tahap perencanaan berdirinya organisasi (sekolah, kantor, industri, perusahaan).
Hal-hal yang perlu diperhitungkan antara lain: lokasi, fasilitas penyimpanan, tempat pengolahan, pembuangan limbah, penerangan dan sebagainya.
b. Ketatarumahtanggaan yang baik dan teratur:
ü Menempatkan barang-barang di tempat yang semestinya, tidak menempatkan barang di tempat yang digunakan untuk lalu lintas orang dan jalur-jalur yang digunakan untuk penyelamatan darurat.
ü Menjaga kebersihan lingkungan dari bahan berbahaya, misalnya hindari tumpahan oli pada lantai atau jalur lalu lintas pejalan kaki.
c. Pakaian kerja
ü Hindari pakaian yang terlalu longgar, banyak tali, baju berdasi, baju sobek, kunci/ gelang berantai, jika anda bekerja dengan barabg-barang yang berputar atau mesin-mesin yang bergerak misalnya mesin penggiling, mesin pintal.
ü Hindari pakaian dari bahan seluloid jika anda bekerja dengan bahanbahan yang mudah meledak atau mudah terbakar.
ü Hindari membawa atau menyimpan di kantong baju barang-barang yang runcing, benda tajam, bahan yang mudah meledak, dan atau cairan yang mudah terbakar.
d. Peralatan Perlindungan Diri.
ü Kacamata.
Gunakan kacamata yang sesuai dengan pekerjaan yang anda tangani, misalnya untuk pekerjaan
las diperlukan kacamata dengan kaca yang dapat menyaring sinar las, kacamata renang
digunakan untuk melindungi mata dari air dan zat berbahaya yang terkandung di dalam air.
ü Sepatu
Gunakan sepatu yang dapat melindungi kaki dari berat yang menimpa kaki, paku atau benda
tajamlain, benda pijar, dan asam yang mungkin terinjak. Sepatu untuk pekerja kelistrikan harus
berbahan non-konduktor atau isolator, tanpa paku logam.
ü Sarung tangan.
Gunakan sarung tangan yang tidak menghalangi gerak jari dan tangan. Pillih sarung tangan
dengan bahan yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditangani, misalnya sarung tangan
untuk melindungi diri dari tusukan atau sayata, bahan kimia berbahaya, panas, sengatan listrik
atau radiasi tertentu, berbeda bahannya.
ü Helm pengaman.
Gunakan topi yang dapat melindungi kepala dar tertimpa benda jatuh atau benda lain yang
bergerak, tetapi tetap ringan.
ü Alat pelindung telinga.
Untuk melindungi pekerja dari kebisingan, benda bergerak, percikan bahan berbahaya.
ü Alat pelindung paru-paru.
Untuk melindungi pekerja dari bahaya polusi udara, gas beracun, atau kemungkinan.
ü Alat pelindung lainnya.
Seperti tali pengaman untuk melindungi pekerja dari 
kemungkinan terjatuh.


SAFETY LESSON TASK JTD 3A

  ANSWER CORRECTLY BY LOOKING AT THE NOTES: HANDWRITTEN ASSIGNMENTS MUST BE PHOTOGRAPHED AND SENT AS AN ATTACHMENT ( Must be the same as the...